Thursday, August 23, 2012

Peran Gerakan Mahasiswa dalam Perubahan dan Pembangunan dalam pra dan pasca reformasi

PENDAHULUAN 

Mahasiswa merupakan kekuatan intelektualitas masyarakat untuk menuju suatu perubahan. Coba lihatlah apa yang terjadi di Tunisia, Mesir, Lybia dan Siria pada tahun 2010 hingga 2011. Mahasiswa mengambil peranan penting dalam menggulingkan sebuah kekuasaan dan menggantinya dengan sebuah tonggak baru, yang mengedepankan demokrasi. Mahasiswa berada didepan perubahan sebuah sejarah demokrasi dunia. Mahasiswa merupakan sebuah entitas spirit yang menggunakan intelektualitas dan dialektika yang maha dasyat kekuatannya. Mahasiswa memiliki kekuatan energi penuh dengan sifat kreatif, kritis dan dinamis serta kepekaan yang tinggi pada masalah sosial. Mahasiswa yang merupakan satu satuan karakter, mampu menjadi satu gerakan besar yang bukan saja memperjuangkan suatu tujuan, namun berupaya membuat sejarah baru dalam sebuah pembangunan masa depan suatu bangsa. Gerakan mahasiswa masih dipercaya oleh masyarakat mampu membawa perubahan. Hal ini dikarenakan pergerakan mahasiswa masih disi oleh nilai-nilai kaum muda yang identik dengan gerakan moral yang bertumpu pada empati dan simpati terhadap lingkungannya, masyarakatnya dan bangsanya, sehingga menumbuhkan semangat keberpihakan pada rakyat, serta menjadi jembatan bagi dunia akademik dan masyarakat. Gerakan mahasiswa merupakan gerakan murni kepedulian yang penuh dengan analisis intelektual untuk perubahan. Gambaran gerakan mahasiswa ini bukan saja terjadi di dunia internasional, seperti yang digambarkan diatas, namun juga sudah ada dan tetap menjadi kekuatan perubahan dari dulu. Dari persiapan kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan hingga pada masa reformasi. Mahasiswa masih tetap berada didepan setiap perubahan yang terjadi di bangsa Indonesia. Apakah perubahan yang ditimbulkan oleh gerakan mahasiswa ? dan bagaimana dampaknya ? hal tersebut akan dibahas dalam tulisan ini. Namun ada sebuah pertanyaan refleksi untuk melihat kembali strategi gerakan mahasiswa selama ini. Sudah siapkah masyarakat dengan perubahan yang telah dibuat oleh mahasiswa ? pertanyaan ini untuk menguji kembali strategi gerakan mahasiswa. Sehingga gerakan mahasiswa tetap mengarah pada cita-cita bangsa Indonesia, dan secara bertanggung jawab memikul beban terhadap perubahan yang dipelopori olehnya.

SEJARAH GERAKAN MAHASISWA DALAM PERUBAHAN DI INDONESIA 

Pra Kemerdekaan Hingga Kemerdekaan Mahasiswa Indonesia telah berperan dalam menciptakan perubahan sebelum kemerdekaan NKRI. Sejak tahun 1908 dengan berdirinya Boedi Oetomo, mahasiswa Indonesia mulai mengadakan persatuan untuk mendiskusikan dan memperjuangkan nasionalisme bangsa Indonesia. Tidak hanya di Jakarta, gerakan mahasiswa mengalami persatuan, namun di Belanda juga. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang belajar disana mendirikan organisasi-organisasi pemuda Indonesia, seperti Indoneische Vereeninging, Indische Partij, Indische Sociaal democratische (ISDV) dan lainnya. Dan dari kebangkitan pemuda yang dimotori mahasiswa tersebutlah, maka pada tanggal 28 Oktober 1928 pada kongres pemuda II, maka dicetuskanlah “Sumpah Pemuda”. Ikrar yang menjadikan seluruh pemuda di Indonesia mengakui bahwa hanya ada satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa, yakni Indonesia. Pada tahun-tahun sebelum kemerdekaan tersebutlah, mahasiswa-mahasiswa Indonesia telah mengadakan sebuah gerakan persatuan, untuk memperjuangkan nasib bangsanya. Nasib bangsa yang belum lahir, namun akan segera lahir. Gerakan mahasiswa ini berperan untuk mendiskusikan dan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia yang saat itu sedang dijajah oleh Belanda. Gerakan mahasiswa inilah yang kemudian berpikir akan persatuan seluruh bangsa Indonesia untuk mendapatkan haknya untuk merdeka dan menjadi masyarakat yang adil, sejahtera dan beradab. Mahasiswa di Belanda maupun di Jakarta, terus mendiskusikan dan bermimpi tentang kemerdekaan rakyatnya. Setelah peristiwa Sumpah Pemuda 1928 dan pergerakan bawah tanah yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia, dan dibantu juga oleh beberapa orang Belanda yang prihatin dengan kondisi bangsa Indonesia. Maka pada tahun 1945, pada saat Jepang berkuasa, maka Pemuda Indonesia yakni terdiri dari angkatan muda dan angkatan tua berupaya untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada bulan agustus, angkatan muda yang dipelopori oleh Chaerul Saleh dan Soekarni menculik dan mendesak soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Dan pada tanggal 17 Agustus 1945 proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Soekarno, dan berita tersebut diteruskan keseluruh Indonesia. Gerakan pemuda Indonesia, yang didalamnya merupakan gerakan mahasiswa, lewat diskusi-diskusi bawah tanah di Asrama Menteng, Asrama Cikini dan Asrama Kebon Sirih, berhasil membawa perubahan pada bangsa Indonesia, sehingga menemukan kemerdekaannya sendiri. Peran gerakan pemuda tidak habis oleh waktu. Sejak tahun 1908, 1928 hingga 1945, pemuda tetap berkobar dengan pemikirannya yang berani dan kritis untuk memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia. Memang waktu yang panjang untuk menemukan sebuah kemerdekaan, namun dengan strategi gerakan yang tepat bangsa ini telah menemukan nasibnya sendiri. Ditangan gerakan pemudalah nasib bangsa ini berubah, dan ditangan pemuda jugalah perubahan terjadi. Masa Pasca Kemerdekaan dan Orde Lama Kemerdekaan telah diraih, perubahan telah terjadi. Dimanakah pemuda-pemuda Indonesia setelah kemerdekaan ? mereka tetap ada dalam titik kritis dengan pemerintahan yang baru saja terbentuk. Masukan-masukan kritis diberikan para pemuda kepada Soekarna dan Hatta untuk melanjutkan nasib bangsa Ini. Pemuda-pemuda generasi tua seperti Soekarno, Hatta, Amir Syarifudin dan lainnya masuk dalam tubuh pemerintahan baru untuk meneruskan perjuangan pemuda Indonesia, demi terciptanya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan beradab. Pada tahun-tahun selanjutnya mulai muncul pergerakan-pergerakan mahasiswa yang berlandaskan nasionalisme Indonesia, untuk tetap berjuang menuju kemerdekaan yang dicita-citakan. Seperti PMII, GMNI, HMI dan lainnya. Pada tahun 1950 hingga 1959, saat Indonesia menerapkan demokrasi liberal, yang memunculkan banyak partai politik. Maka beberapa gerakan mahasiswa dan pemuda dibawah kearah perjuangan politik partai, seperti GMNi dekat dengan PNI, PMII dengan partai NU, HMI dengan Marsyumi dan gerakan lainnya yang mulai berdekatan dengan partai. Dengan demikian peran mahasiswa masuk kedalam ranah politik. Pada tahun 1966, ketika PKI dinyatakan sebagai partai terlarang, maka Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) terbentuk (25 Oktober 1966), dengan tujuan agar aktivis mahasiswa dapat lebih terkoordinasi dalam melawan PKI dan memiliki kepemimpinan. Adapun organisasi yang terbentuk dalam KAMI, yakni HMI, PII, GMKI, Sekretariat Bersama Organisasi-Organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila, Ikatan Pers mahasiswa Indonesia (IPMI). Munculnya KAMI diikuti dengan munculnya kesatuan aksi lainnya. Pada tanggal KAMI dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) memelopori kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi gedung MPR/DPR RI untuk menuntut TRITURA, yakni bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, perombakan cabinet DWIKORA, dan turunkan harga serta perbaikan sandang pangan. Peran gerakan mahasiswa telah diperlebar dari memperjuangkan kemerdekaan, menjadi mempertahankan ideologi bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Mahasiswa tetap mengawal kemerdekaan yang telah mereka capai. Pada tahun 1966 juga, saat presiden Soekarno menetapkan sistem presidensil. Gerakan mahasiswa di Indonesia mulai terlibat untuk memperjuangkan sebuah orde yang baru. Mahasiswa-mahasiswa saat itu, seperti akbar tanjung. Cosmas batubara, Sofyan wanandi dan lainnya (angkatan 66) memperjuangkan sebuah sistem demokrasi yang baru, yang mengganti sistem presidensil. Selain itu mereka juga berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI. Setelah perjuangan mahasiswa dan TNI berhasil berhasil menumpas PKI, maka Indonesia memasuki sebuah orde yang baru, yang mana mahasiswa semakin bersahabat dengan TNI. Sebuah orde baru yang dipimpin oleh presiden Soeharto. Apakah setelah itu pergerakan mahasiswa selesai ? belum. Ada beberapa mahasiswa seperti Akbar Tanjung, Cosmas Batubara dan lainnya diberikan hadiah oleh presiden Soeharto untuk masuk dalam cabinet menteri ORBA. Sedangkan mahasiswa lainnya kembali masuk kekampus dan menempatkan jarak kritis dengan pemerintah. Pada tahun 1971, ketika pemerintahan ORBA berupaya mempertahankan posisi pemerintahannya dengan membuat 2undang-undang yang secara politis menguntungkan status quo mereka (baik UU tentang Pemilu, Partai politik maupun MPR, DPR, DPRD). Maka mulai muncul suatu gerakan dalam bentuk pernyataan sikap ketidak percayaan dari masyarakat, yang dimotori oleh mahasiswa. Mahasiswa yang waktu itu dimotori oleh Adnan Buyung Nasution, Arif Budiman dan Asmara nababan menawarkan golongan Putih (Golput), sebagai bentuk ketidak percayaan terhadap pemerintah yang membatasi partai dan mempolitisir kemenangan pemilu (pada Golkar). Selanjutnya pada tahun 1972 hingga tahun 1974, ketika terjadi banyak korupsi ditubuh pemerintahan dan masyarakat mengalami kemiskinan, akibat naiknya harga beras, maka mahasiswa bergerak kejalan-jalan untuk melakukan demonstrasi penurunan harga dan pembubaran Asisten Pribadi. Pada tahun 1974 dan 1975 terjadi meristiwa Malari yang juga dimotori oleh mahasiswa lewat demonstrasi besar. Namun demonstrasi besar tersebut berubah menjadi suatu kerusuhan social besar, hingga penjarahan yang makan banyak korban. Hal ini dikarenakan demonstrasi telah disusupi oleh orang-orang (Soeharto) yang ingin memanfaatkan gerakan mahasiswa tersebut. Menjelang Pemilu tahun 1977, pergerakan mahasiswa mengangkat isu berbagai penyimpangan politik. Gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional yang tidak berpihak pada rakyat dan tidak demokratis. Pada saat ini pemerintah juga membentuk tim kampanye untuk masuk kekampus-kampus, namun tim ini ditolak oleh mahasiswa. Setelah itu pergerakan mahasiswa berkonsentrasi didalam kampus (karena menghindari kejadian seperti peristiwa Malari). Hingga tahun 1978, mahasiswa tetap bergerak dari dalam kampus, sehingga memaksa militer masuk kedalam kampus, dan dihapusnya Dewan mahasiswa (diganti dengan Normalisasai Kehidupan Kampus (NKK) / Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) secara paksa oleh pemerintah) diseluruh Indonesia. Setelah tahun 1974 (sejak dibentuknya NKK dan BKK) maka tidak ada gerakan besar yang dilakukan oleh mahasiswa intra. Dalam perkembangannya gerakan mahasiswa digeser oleh kehadiran Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang menjadi alternative gerakan mahasiswa, untuk membantu masyarakat mencapai tujuannya. Selain itu beberapa mahasiswa intra mulai meleburkan diri dan aktif dalam organsiasi kemahasiswaan ekstra kampus, seperti HMI, PMII, GMKI dan PMKRI (yang selanjutnya dikenal dengan kelompok Cipayung). Kelompok Cipayung ini terus melakukan pergerakan lewat diskusi-diskusi dan pers mahasiswa. Pada tahun 1990 NKK dan BKK dicabut, dan Senat Mahasiswa Perguruan tinggi (SM-PT) diakui kembali oleh Menteri Pendidikan & Kebudayaan (waktu itu Fuad Hasan). Namun hal ini juga mendapat reaksi keras dari mahasiswa, karena dianggap ada agenda tersembunyi dari pemerintah, yakni ingin kembali mengajak mahasiswa kedalam kampus, dan memotong aliansi mereka yang ada diluar. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri dan bebas dari politisasi antara birokrasi dengan pihak kampus. Gerakan mahasiswa pada tahun 1990-an menuntut kebebasan mimbar akademik. Setelah bersatunya seluruh element mahasiswa, setelah sebelumnya dibungkam oleh pemerintah lewat NKK/ BKK. Mahasiswa kembali menyuarakan suaranya. Pada tahun 1998, gerakan mahasiswa menuntut reformasi dan meninggalkan ORBA, yang telah melakukan banyak KKN (korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Lewat pendudukan gedung DPR/MPR, akhirnya mahasiswa berhasil memaksa presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Dan saat itu bangsa Indonesia memasuki sebuah era baru, era reformasi. Era Reformasi Setelah ORBA diruntuhkan oleh mahasiswa, maka reformasi tercipta. Keterbukaan dan kebebasan yang selama ini ditindas menjadi terbuka. Setelah demonstrasi besar untuk masuk ke era reformasi, gerakan mahasiswa kembali kekampus. Lalu siapakah orang kepecayaan mahasiswa untuk melanjutnya pemerintahan? yang melanjutkan pemerintahan adalah wakil presiden, yakni habibie. Namun pada saat itu pemerintahan juga didukung tokoh-tokoh reformasi yang dimandatkan mahasiswa, seperti Megawati Soekarnoputri, Gus Dur, Amin Rais dan Sultan Hamengku Buwono X. Gerakan menciptakan awal perubahan reformasi berhasil, namun masih ada pekerjaan rumah hingga saat ini untuk mewujudkan cita-cita reformasi. Pasca reformasi, tokoh-tokoh reformasi bersaing lewat dunia politik untuk menjadi pemimpin bangsa ini. Dan beberapa tokoh reformasi, seperti Megawati Soekarnoputri dan Gus Dur berhasil menjadi Presiden Republaik Indonesia (Gus Dur Presiden RI ke-4 & Megawati Soekarnoputri Presiden Ri ke-5), sedangkan Amin Rais menjadi ketua MPR RI pada tahun 1999. Gerakan mahasiswa dan tokoh-tokoh mahasiswa berupaya untuk terus mewujudkan reformasi di Indonesia. Beberapa keberhasilan proses reformasi yakni Pemilu 1999 yang diikuti oleh banyak partai, kebebasan pers dan media, kebebasan umat beragama (Konghuchu masuk menjadi salah satu agama di Indonesia), pemisahan POLRI dan TNI, TNI kembali ke barak, reformasi POLRI (polisi sipil), upaya penumpasan KKN dan banyak UU direvisi menjadi pro-rakyat. Proses menuju cita-cita reformasi terus berlanjut hingga kepemimpinan presiden saat ini, dan belum tuntas. Era reformasi mahasiswa mengambil peran sangat besar, sejak awal terjadinya perubahan, hingga pengawalan terhadap perubahan dalam masyarakat akibat reformasi. Gerakan mahasiswa masih tetap berpikir kritis dan memberikan pernyataan sikap terhadap kinerja pemerintah, serta kebijakan-kebijakan. Saat ini peran mahasiswa untuk terus mengawal reformasi masih berjalan.

MAHASISWA SEBAGAI TOKOH INTELEKTUAL MASYARAKAT 

Telah diungkapkan diatas, bahwa mahasiswa merupakan pelopor perubahan. Dari gerakan mahasiswalah perubahan tercipta. Mahasiswa merupakan tokoh intelektual dalam masyarakat dan pro pada rakyat. Seluruh bentuk gerakan dan aksi mahasiswa untuk menuju pada cita-cita bangsa, demi kesejateraan rakyat. Sebagai tokoh intelektual, mahasiswa dalam pergerakannya tidak lah melepaskan karakter kritis dan ilmiah. Seluruh gerakan mahasiswa diawali dengan diskusi-diskusi mendalam tentang suatu kondisi dan situasi yang terjadi dalam masyarakat. Forum-forum diskusi inilah yang merupakan pusat studi dan riset mahasiswa, sebelum direncanakan strategi aksi dan pergerakan. Dengan demikian, ketika gerakan dan aksi dilakukan, maka akan mendapat dukungan dari masyarakat secara penuh. Namun sebagai tokoh intelektual, gerakan mahasiswa bukan hanya lewat aksi demonstrasi dan pernyataan sikap saja. Mahasiswa dalam ranah ilmiahnya tetap melaksanakan riset dan studi untuk membantu menyelesaikan persoalan masyarakat dalam bidang ekonomi, iptek, social, hokum, pertanian, dan lainnya. Mahasiswa terus secara bertanggung jawab belajar untuk mempersiapkan dirinya menjadi pemimpin, sekaligus menjadikan kampus sebagai wadah untuk meneliti, dan melakukan dialektika intelektual untuk memecahkan permasalahan dalam masyarakat. Gerakan mahasiswa merupakan wujud kecerdasan masyarakat. Untuk itu mahasiswa harus terus memberikan kontribusi pemikiran dan tindakan dalam membantu masyarakat, karena ia merupakan bagian dari masyarakat. Jika mahasiswa kehilangan intelektualitasnya dan keberanian dalam membela dan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, maka nasib bangsa Indonesia tidak akan jelas. Dan rakyat akan menjadi korban dari runtuhnya intelektualitas dan idealisme mahasiswa. Gerakan mahasiswa harus terus mengambil perannya sebagai pelopor perubahan, pengawal pembangunan dan membentuk diri sebagai calon pemimpin masa depan bangsa. Dengan demikian mahasiswa dan gerakannya, akan tetap menjadi tokoh intelektual dan peluang perubahan dalam masyarakat, yang bertanggung jawab dan penuh keberanian.

PENURUNAN SEMANGAT MAHASISWA PASCA REFORMASI 

Sejak reformasi tahun 1998 gerakan (germa) mahasiswa seolah tidak lagi solid. Gerakan mahasiswa seolah mengalami penurunan semangat karena dikotomi kepentingan. "Seperti telah terjadi degradasi semangat perjuangan Germa sekarang," ujar Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Pelajar Indonesia (GMPI) Danial Nafis. Hal ini ia sampaikan dalam diskusi berjudul "arah posisi Germa terhdap pemerintahan SBY-Boediono", di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (9/9/2009). Selain mengalami degradasi semangat, perjuangan mahasiswa saat ini juga sudah keluar jalur karena tidak lagi konsisten dengan perjuangan mahasiswa."Harus dikembalikan ke khitohnya, yaitu memperjuangkan kepentingan rakyat dan bangsa," terang Danial. Pemerintahan yang saat ini berkuasa perlu mendapatkan monitoring yang ketat, agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. "Pemerintahan saat ini seperti rezim orba jilid dua," ujar anggota Presidium Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) Rully yang juga menjadi pembicara. Menurutnya Gerakan mahasiswa saat ini perlu bekerja dua kali lipat dibanding dengan Germa pada tahun 1998 saat reformasi bergulir. "Orba menggunakan cara kekerasan tapi yang sekarang lebih halus, sehingga kita tidak sadar dibuatnya,"tambah Rully. Meberikan pendidikan politik dan penyadaran terhadap masyarakat perlu menjadi prioritas mahasiswa saat ini, agar masyarakat juga sadar dan tidak dibodohi terus menerus. “Masyarakat perlu kita sadarkan. Pergerakan kita harus juga menyentuh level political dan juga moral," pungkas Danial.(redaksi kompas.com) REFLEKSI GERAKAN MAHASISWA SETELAH 12 TAHUN REFORMASI SK Mendikbud 1978 yang melarang kegiatan politik dikampus serta dikeluarkan peraturan tentang Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) yang kegiatan politik mahasiswa terpasung oleh peraturan tersebut. Implikais dikeluarkanya peraturan tersebut yaitu dibekukan senat mahasiswa. Tugas mahasiswa hanya difokuskan pada aktifitas keilmuan. Peraturan yang diserta sanksi tersebut membuat kegiatan dan dinamika kehidupan kampus menjadi terpasung. Jika berbicara tentang politik didalam ruang kuliah, meraka menjadi khawatir ditangkap oleh aparat intel. Tetapi dalam perkembangannya, defenisi politik praktis itu menjadi semu dan tidak jelas batasnya. Menurut Prof. Dr. Retmono, politik sebagai sebuah representasi dan mewakili aspirasi rakyat tidak salah jika juga digelorakan oleh warga kampus Politik kampus mengusung dua misi, pertama gerakan moral sebagai patron gerakan moral dan gerakan politik sebagai pengejewantahan. Gerakan moral adalah gerakan politik mahasiswa diluar mainstream elit politik dimana mereka akan menyuarakan sesuatu yang tidak benar dan tidak perlu menunggu order dari elit politik. Sedangkan gerakan politik dimaknai sebagai sebuah upaya untuk mengarahkan pada kekuatan yang baik. Menurut Arbi Sanit, ada lima sebab yang menjadikan mahasiswa peka dengan permasalahan kemasyarakatan sehingga mendorong mereka untuk melakukan perubahan. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak di antara semua lapisan masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik melalui akulturasi sosial budaya yang tinggi diantara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat, dengan kata lain adalah kelompok elit di kalangan kaum muda. Kelima, seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier. Seiring berjalannya waktu, mahasiswa tak jarang mengisi waktu dengan mendirikan komunitas-komunitas kecil dan kelompok-kelompok studi dikampus. Banyak pula yang bergabung dengan LSM-LSM tertentu. Gerakan bawah tanah semakin menemukan bentuk menjelang tahun 1997 yang ditandai dengan semakin seringnya mahasiswa melakukan demontrasi dan puncaknya adalah pendudukan gedung MPR/DPR pada mei 1998. Menjelang akhir tahun 1997 saat Indonesia dilanda krisis moneter dan diikuti dengan berbagai krisis lainnya, para aktivis mahasiswa semakin memantapkan posisinya untuk melakukan gerakan menuntut Soeharto mundur. Pada saat itu, muncul banyak sekali elemen-elemen aksi mahasiswa yang bersifat instan dengan mengusung warna ideologi masing-masing. Namun, satu hal yang mempersatukan mereka adalah keinginan bersama untuk menjatuhkan rejim totaliter Soeharto. Didukung oleh berbagai demonstrasi besar-besaran di berbagai kota di tanah air, gerakan ini kemudian mengkristal menjadi gerakan massa. Sayangnya, gerakan massa rakyat tersebut diwarnai dengan berbagai kerusuhan, terutama di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya, yang justru mencoreng citra gerakan mahasiswa itu sendiri. Walaupun demikian, tekanan perubahan yang dahsyat pada waktu itu memaksa Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden pada 21 Mei 1998. Di sinilah mahasiswa bersama elemen masyarakat lainnya berperan sangat sentral dalam menggulingkan rejim Orde Baru. Kalau pada tahun 1966 mahasiswa bekerjasama dengan militer dalam menggulingkan Orde Lama, maka pada tahun 1998 mahasiswa justru menjadikan militer sebagai musuh bersama (common enemy) yang dianggap anti reformasi. Demikianlah, momentum perubahan politik nasional pada 1998 yang terkenal dengan istilah “gerakan reformasi” tidak serta merta membawa perubahan yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat. Setelah empat tahun rejim Soeharto dijatuhkan, kemudian berturut-turut penguasa berganti dari Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan kini Susilo Bambang Yudoyono perubahan yang sejak awal dicita-citakan mahasiswa belum banyak memenuhi harapan. Disisi lain perlu kita akui juga bahwa penegakan hukum sudah ada mulai terlihat perubahan yang nyata terutama dalam memberantas korupsi, hal ini dapat kita lihat dengan tindakan yang dilakukan oleh KPK dengan menindak para pelaku korupsi dari kalangan anggota DPR dan tindak korupsi lainnya. Walaupun masih ada agenda reformasi yang belum tuntas, maka sinilah peran gerakan mahasiswa era selanjutnya harus dimainkan, yakni menuntaskan berbagai agenda reformasi yang belum berjalan. Lantas, bagaimana gerakan mahasiswa Indonesia ke depan? Apakah mereka akan menemukan bentuknya yang relevan, atau justru kembali pada pengulangan sejarah dalam ketidakberdayaannya? Kalau kita melihat kondisi ril sejak reformasi 1998, gerakan mahasiswa cenderung tidak jelas. Keberhasilan gerakan tahun 1998 tidak serta merta memberikan dinamika positif pada gerakan mahasiswa selanjutnya secara keseluruhan. Ternyata, depolitisasi Orde baru masih tersimpan dalam alam bawah sadar mahasiswa dan masyarakat kita hingga kini. Sehingga pembinaan mahasiswa di lembaga intra kampus pun belum berubah dan beranjak maju. Dengan kata lain, masih seperti dulu pada jaman NKK/BKK. Lemahnya proses ideologisasi dan hanya ditopang oleh semangat euforia sesaat, menyebabkan gerakan tahun 1998 hanya menemukan momentumnya yang sementara, dan kemudian redup. Walaupun demikian, gerakan mahasiswa tidak boleh berhenti, sebelum perubahan masyarakat seperti yang dicita-citakan terwujud. Generasi boleh berganti, tapi semangat, cita-cita dan idealisme gerakan tidak boleh redup.

Monday, August 20, 2012

Sejarah FHUI

SEJARAH FHUI Sejarah adalah hal sangat penting untuk dibahas saat ini. Salah satu fungsi sejarah adalah agar kita dapat mengenal dan memahami proses terbentuknya sesuatu . dengan memahami segala sesuatu tersebut kita diharapkan agar menghargai sejarah dan selalu mengingatnya. Universitas Indonesia adalah universitas terbaik di Indonesia saat ini. Sebagai universitas terbaik Universitas Indonesia pasti memiliki sejarah terbentuknya. Didalam universitas Indonesia juga terdapat satu fakultas hokum pertama di Indonesia yang merupakan fakultas hukum terbaik di Indonesia saat ini juga. Dan sebagai mahasiswa Fakultas Hukum universitas Indonesia kita sudah sepantasnya memahami dan mengenal sejarah terbentuknya Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Namun ada baiknya jika kita ingin mengetahui sejarah mengenai Fakultas Hukum Universitas Indonesia kita sebaiknya mengetahui awal mulai Indonesia mulai mengenal hukum karena dulunya sebelum penjajah khususnya bangsa belanda di Indonesia hukum yang dikenal saat itu hanyalah hukum adat , hukum agama dan hukum kerajaan yang bersifat khusus tergantung adat dan kerajaan dimana kita bertempat tinggal. Sampai pada saat bangsa belanda dating guna menjajah indoensia dan juga menurunkan berbagai ilmu khususnya ilmu mengenai Hukum itu sendiri. Sejarah Fakultas Hukum Universitas Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun 1849. Ketika itu, pemerintah kolonial Belanda mendirikan sebuah sekolah yang bertujuan untuk menghasilkan asisten dokter tambahan. Pelajar di sekolah itu mendapatkan pelatihan kedokteran selama dua tahun. Lulusannya diberikan sertifikat untuk melakukan perawatan-perawatan tingkat dasar serta mendapatkan gelar Dokter Jawa (Javanese Doctor), bergelar demikian karena dokter ini hanya diberi izin untuk membuka praktek di wilayah Hindia Belanda, terutama di pulau Jawa. Pada tahun 1864, program pendidikan tersebut ditambah waktunya menjadi tiga tahun, dan pada tahun 1875 menjadi 7 tahun. Gelar yang diberikan pun berubah menjadi Dokter Medis (Medical Doctor). Pada tahun 1898, pemerintah kolonial mendirikan sekolah baru untuk melatih tenaga medis, yaitu STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen). Pendidikan di STOVIA berlangsung selama 9 tahun: 3 tahun setingkat SMP, tiga tahun setingkat SMA, dan tiga tahun lainnya setingkat Diploma. Banyak lulusan STOVIA yang kemudian memainkan peranan penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1924 pemerintah kolonial mendirikan RHS (Rechts Hogeschool) yang bertujuan untuk memenuhi tenaga administrasi sipil rendahan. RHS inilah yang menjadi cikal-bakal Fakultas Hukum UI Sekolah hukum yang pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1909 ini dbuat namanya Rechtsschool. Sekolah ini ditempatkan di Batavia, sebagai realisasi permintaan P.A. Achmad Djajadiningrat, Bupati Serang, untuk keperluan mengisi tenaga-tenaga hukum di pengadilan kabupaten. Sekolah ini pada mulanya terdiri dari Bagian Persiapan dan Bagian Keahlian Hukum. Sekolah Hukum ini kemudian ditingkatkan menjadi suatu lembaga pendidikan tinggi dengan nama Rechtshogeschool atau Faculteit der Rechtsgeleerdheid, yang dibuka pada tanggal 28 Oktober 1924 oleh Gubernur Jendral D. Fockt di balai sidang Museum van het Bataviasche Vennootschap van Kunsten en Wetenschappen di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Seorang Guru Besar Belanda kenamaan, Prof. Mr. Paul Scholten ditunjuk untuk memimpin Rechtshogeschool tersebut. Dengan dibukanya Sekolah Tinggi Hukum ini, maka pada tanggal 18 Mei 1928 Sekolah Hukum ditutup. Kedua nama tersebut di atas dipergunakan dalam peraturan perguruan tinggi pada waktu itu, yaitu Hooger Onderwijs-Ordonnantie (S.1924 No. 456, dirubah antara lain oleh S. 1926 No. 338 dan No. 502, S. 1927 No. 395, S. 1926 No. 348, S. 1929 No. 222, S. 1932 No. 14, S. 1933 No. 345, S. 1934 No. 529). Menurut peraturan tersebut di atas, mata kuliah yang diberikan pada Rechtshogeschool adalah (pasal 9): Pengantar Ilmu Hukum, Hukum Tata Negara dan Administrasi, Hukum Perdata dan Acara Perdata, Hukum Pidana dan Acara Pidana, Hukum Adat, Hukum dan Pranata Islam, Hukum Dagang, Sosiologi, Ilmu Pemerintahan, Ilmu Bangsa-bangsa Hindia Belanda, Bahasa Melayu, Bahasa Jawa, Bahasa Latin, Filsafat Hukum, Asas-asas Hukum Perdata Romawi, Hukum Perdata Internasional, Hukum Intergentil, Kriminologi, Psikologi, Ilmu Kedokteran Forensik, Hukum Internasional, Hukum Kolonial Luar Negeri, Sejarah Hindia Belanda dan Statistik. Dengan keputusan Gubernur Jenderal keduapuluh empat mata kuliah tersebut di atas masih dapat ditambah untuk menjaga agar pendidikan hukum dapat mengikuti dan mengarahkan perkembangan masyarakat. Lama pendidikan di Rechtshogeschool adalah lima tahun yang dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama diselesaikan dalam dua tahun dengan ujian kandidat (candidaatsexamen), dan tahap kedua dengan ujian doktoral (doctoraal-examen). Pada tahun yang terakhir, yang dikenal sebagai ujian doktoral bagian ketiga terdapat pemecahan dalam empat jurusan (richtingen) yang dapat dipilih mahasiswa, yaitu: Hukum Keperdataan, Hukum Kepidanaan, Hukum Ketatanegaraan, dan Sosiologi-Ekonomi. Mereka yang telah lulus ujian ini berhak memakai gelar Meester in de Rechten (pasal 10). Gelar ini memberikan kewenangan kepada yang bersangkutan untuk diangkat menjadi: (a) advokat dan pengacara serta jabatan-jabatan dalam bidang kehakiman lainnya, dan (b) pegawai pemerintah serta dalam bidang pendidikan (pasal 20). Peraturan pendidikan Rechtshogeschool telah dikeluarkan dalam S. 1924 No. 457 yang telah ditambah dan diubah terakhir oleh S. 1936 No. 106 dan 438. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) Rechtshogeschool ditutup dan baru dibuka kembali pada tahun 1946 dengan nama Faculteit der Rechtsgeleerdheid en Sociale Wetenschappen sebagai bagian dari Nood-Universiteit van Indonesiƫ (dibuka 21 Januari 1946). Lembaga pendidikan tinggi ini didirikan oleh pemerintahan NICA (Netherlands' Indies Civil Administration). Pemerintah Republik Indonesia telah mendirikan lembaga pendidikan tingginya sendiri lima bulan sebelum itu dengan nama Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia yaitu pada tanggal 19 Agustus 1945. Lembaga ini pada mulanya terdiri atas empat fakultas, yaitu Kedokteran, Farmasi, Hukum dan Sastra. Meskipun sebagian dari kegiatan Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia ini dialihkan ke luar Jakarta (ke daerah R.I. yang berpusat di Yogyakarta) tetapi sebagian besar kegiatan masih berada di Jakarta di bawah pimpinan antara lain: Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo, Prof. dr. Sutomo Tjokronegoro, Prof. dr. Slamet Iman Santoso dan Prof. Mr. Sudiman Kartohadiprodjo. Dengan adanya pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949, maka pada tanggal 30 Januari 1950 telah dikeluarkan Undang-undang Darurat No. 7 tahun 1950, yang memberi kewenangan kepada Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan bagi pembinaan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. Pada tanggal 2 Pebruari 1950 terjadilah perundingan antara pihak Republik Indonesia (diwakili antara lain oleh dr. Abu Hanifah) dengan pihak Belanda bertempat di Aula Fakultas Kedokteran, Jalan Salemba No. 6 Jakarta. Perundingan ini tidak berjalan dengan semestinya dan berakhir dengan kekacauan. Akan tetapi pada hari itulah juga lahir suatu lembaga pendidikan baru, yang bernama Universiteit Indonesia (kemudian menjadi Universitas Indonesia). Universitas ini merupakan penggabungan dari Universiteit van Indonesiƫ dengan Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah penggabungan dari Faculteit der Rechtsgeleerdheid en Sociale Wetenschappen dengan Fakultas Hukum Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia, dengan nama Fakulteit Hukum dan Pengetahuan Masyarakat (dengan Dekan: Prof. Mr. Djokosoetono dan Panitera: Prof. Mr. Dr. Hazairin). Kurikulum dan sistem pendidikan yang berlaku di Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat pada dasarnya mengambil dari Faculteit der Rechtsgeleerdheid en Sociale Wetenschappen. Perubahan terjadi pada tahun 1969 dengan dilakukannya penyesuaian kepada keputusan-keputusan Konperensi Dinas Antara Fakultas Hukum Pembina se-Indonesia (Yogyakarta, 29-31 Agustus 1968) dan kemudian penyesuaian dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0198/U/1972, tanggal 30 Desember 1972, tentang kurikulum minimal. Namun demikian, pola kurikulum maupun sistem pendidikan tidak berbeda jauh dengan pola lama Faculteit der Rechtsgeleerdheid en Sociale Wetenschappen, kecuali adanya penambahan mata kuliah, diintroduksikannya sistem studi terpimpin dan pembagian tahun kuliah dalam semester. Perubahan yang cukup mendasar dilandaskan pada Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0124/U/1979, tanggal 8 Juni 1979 tentang Sistem Kredit Semester (peraturan tahun 1972 dan 1979 ini telah diubah lagi dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 26 Juni 1982, yaitu No. 0211/U/1982 dan No.0212/U/1982). Berdasarkan peraturan-peraturan terakhir inilah telah dikeluarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia No. 121/SK/D/FH/7/82, tanggal 31 Juli 1982. Perlu pula diperhatikan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 30/DJ/KEP/1983, tanggal 27 April 1983 tentang Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Bidang Hukum yang telah dijabarkan ke dalam Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia No. 210/SK/D/ FH/7/1986. Perubahan dalam organisasi fakultas terjadi pada tahun 1959 dengan dibukanya Jurusan Publisistik. Pada tahun 1960 Fakultas Hukum membuka pula pendidikan dengan kuliah sore yang dikenal dengan nama Bagian Extension Course atau Fakultas Hukum Bagian Sore yang lebih diperuntukkan bagi mahasiswa yang telah bekerja. Pembukaan Bagian Extension ini didasarkan pada Surat Keputusan Ketua Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Prof. Mr. Djokosoetono No. 4/915/Ib/61/K tanggal 1 Agustus 1961. (Berdasarkan SK Dekan No. 92/I/4/1994 tanggal 30 April 1994 sekarang program tersebut dinamakan Program Ekstension Fakultas Hukum UI). Sebagaimana dikemukakan di atas, sejak Februari 1950 nama Fakultas diganti menjadi Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan. Dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perguruan Tinggi No. 42, ter-tanggal 6 Mei 1968, maka Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (dikenal pula dengan singkatan FH & IPK) dipecah menjadi Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (mulai 1 Pebruari 1968 dan selesai sepenuhnya pada 1 April 1969), kemudian dikenal dengan nama Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan sekarang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Suatu bagian pendidikan yang sudah sejak semula berada di Fakultas adalah pendidikan notariat (lebih dikenal dengan nama Jurusan Notariat). Pendidikan ini telah ada sejak penggabungan tahun 1950 (pada masa Universiteit van Indonesiƫ pendidikan ini dipimpin oleh Prof. Mr. Slamet, dan pada masa Universitas Indonesia pimpinan awal dipegang oleh Prof. Mr. Tan Eng Kiam dan Prof. Mr. R. Soedja). Sejak tahun 1965, dengan dihapusnya ujian negara untuk tingkat I dan tingkat II pendidikan notariat, maka pendidikan ini secara resmi bersifat universiter dan disebut sebagai Jurusan Notariat pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan lama pendidikan dua tahun. Sekarang jurusan ini dikenal sebagai Program Spesialis Notariat dan Pertanahan. Pada tahun 1979 Fakultas Hukum mulai merencanakan pembukaan suatu program pendidikan pasca sarjana (Stratum-2) guna memberikan pendidikan spesialisasi dan persiapan penulisan disertasi kepada lulusan fakultas hukum. Untuk itu telah dibentuk Panitia Kerja Persiapan Pembentukan/Penyusunan Program Pasca Sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang diketuai oleh Mardjono Reksodiputro, S.H., MA. Menurut SK Dekan No. 49 tahun 1979 (20 Oktober 1979) tugas panitia harus selesai dalam waktu enam bulan. Karena tugas ini belum selesai pada waktu tersebut, maka diadakanlah perubahan personalia dan perpanjangan jangka waktu dengan SK Dekan No. 52 dan No. 63 tahun 1980 dengan ketua yang sama. Tugas Panitia dapat diselesaikan pada tanggal 16 Januari 1981 dengan menyarankan kurikulum, dosen serta pembagian dalam tiga program studi. Tugas persiapan selanjutnya dilakukan oleh suatu panitia baru yang diketuai oleh Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, S.H. dengan SK Dekan No. 82 tahun 1981 (19 Januari 1981), yang selanjutnya memimpim program ini selaku Koordinator Bidang Ilmu Hukum Fakultas Pasca Sarjana UI (sekarang: Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia). Urutan Dekan Fakultas Hukum selama ini adalah sebagai berikut: Prof. R. Djokosoetono, S.H. (alm. 1950-1962), Prof. Soejono Hadinoto, S.H. (alm. 1962-1964), Prof. R. Subekti, S.H. (1964-1966), Prof. Oemar Seno Adji, S.H. (alm. 1966-1968), Prof. R. Soekardono, S.H. (alm. 1968-1970), Padmo Wahjono, S.H. (alm. 1970-1978), Ny. S.J. Hanifa Wiknjosastro, S.H. (1978-1984), Mardjono Reksodiputro, S.H., MA (1984-1990), Prof. Dr. Ch. Himawan, (1990-1993), dan Prof. R.M. Girindro Pringgodigdo, S.H. (alm, 1993-1998). Dengan wafatnya Prof. R.M. Girindro Pringgodigdo, S.H., pada tanggal 3 April 1997, jabatan dekan diteruskan oleh Prof. Dr. Sri Setianingsih Suwardi, S.H., M.H. sebagai pejabat Dekan sampai dengan ditetapkan dekan yang baru, Abdul Bari Azed, S.H., M.H. (1999-2003), Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. (2004-2008), Prof. Safri Nugraha, S.H., LL.M., Ph.D. (alm. 2008-2011). Kemudian yang menjabat sebagai PJ. Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) sekarang ini adalah Dr. Siti Hajati Husein, S.H., M.H.

Rangkuman buku "Mengenal Hukum"

RANGKUMAN BUKU “MENGENAL HUKUM” KARANGAN PROF . DR . SUDIKNO MERTOKUSUSMO S.H
 BAB I 
 Manusia dan Masyarakat Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia. 

Setiap manusia mempunyai kepentingan. Dari sejak kecil beranjak dewasa serta menjelang saat dia meninggal dunia kepentingannya berkembang. Untuk itu ia memerlukan bantuan manusia lain. Dengan kerja sama dengan manusia lain akan lebih mudahlah keinginannya tercapai atau kepentingannya terlindungi. Ia akan lebih kuat menghadapi ancaman-ancaman terhadap kepentingannya, yang dengan demikian akan lebih terjamin perlindungannya apabila ia hidup dalam masyarakat, yaitu salah satu kehidupan bersama yang anggota-anggotanya mengadakan pola tingkah laku yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota. Kehidupan bersama masyarakat tidaklah didasarkan pada adanya beberapa manusia secara kebetulan bersama, tetapi didasarkan pada adanya kebersamaan tujuan. Masyarakat tidak akan membiarkan manusia individual berbuat semau-maunya, sehingga merugikan masyarakat. Masyarakat itu merupakan tatanan social psikologis. Manusia akan berusaha dan akan merasa berbahagia apabila ia dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Bila tidak berhasil menyesuaikan diri ia akan merasa kecewa dan sedih karena ia merasa sebagai seorang yang tidak dikehendaki. Sudah menjadi sifat pembawaannya bahwa manusia hanya dapat hidup dalam masyarakat. Manusia adalah zoon politikon atau mahluk social. Manusia dan masyarakat merupakan pengertian komplementer. Kontak dapat berarti hubungan yang menyenangkan atau menimbulkan pertentangan atau konflik. Gangguan kepentingan atau konflik haruslah dicegah atau tidak dibiarkan berlangsung terus, karena akan mengganggu keseimbangan tatanan masyarakat. Oleh karena itu, keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu haruslah dipulihkan ke keadaan semua ( restitution in integrum = kembali ke keadaan semula). Jadi, manusia didalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan kepentingan itu tercapai dengan terciptanya pedoman atau peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Pedoman, patokan atau ukuran untuk berperilaku atau bersikap dalam kehidupan ini disebut norma atau kaedah social. Dengan kaedah social ini hendak dicegah gangguan-gangguan kepentingan manusia, akan dapat dihindarkan bentrokan antar kepentingan, akan diharapkanterlindungi kepentingan-kepentingan manusia. Kaedah social ini ada yang berbentuk tulis ada pula yang lisan yang merupakan kebiasaan yang diteruskan dari generasi-generasi.

BAB II 
 KAEDAH-KAEDAH SOSIAL 

Kaedah social berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia didalam masyarakat . Tata kaedah tersebut terdiri dari kaedah kepercayaan atau keagamaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun dan kaedah hukum, yang dapat dikelompokan seperti berikut : tata kaedah dengan aspek kehidupan pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi kaedah kepercayaan atau keagamaan dan kaedah kesusilaan. Selanjutnya tata kaedah dengan aspek kehidupan antar pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi kaedah sopan santun atau adat dan kaedah hukum. Kaedah kepercayaan atau keagamaan Kaedah kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Kaedah ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. Sumber-sumber asal kaedah ini adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Kaedah kepercayaan atau keagamaan ini bertujuan penyempurnaan manusia oleh karena kaedah ini ditujukan kepada umat manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Kaedah kesusialaan Kaedah kesusialaan berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Sebagai pendukung kaedah kesusilaan adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai mahluk social atau sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Kaedah ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi mencegah kegelisahan diri sendiri. kaedah kesusialaan ini ditujukan kepda umat manusia agar terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Kalau terjadi pelanggaran kaedah kesusilaan, misalnya pencurian atau penipuan, maka akan timbulah rasa malu, takut, merasa bersalah, sebagai sanksi atau reaksi terhadap pelanggaran kaedah kesusilaan. Kaedah sopan santun, tata karma atau adat Kaedah sopan santun ditujukan kepada sikap lahir pelakunya yang konkrit demi penyempurnaan atau ketertiban masyarakat dan bertujuan menciptakan perdamaian, tata tertib atau membuat “sedap” lalu lintas antar manusia yang bersifat lahiriah. sopan santun lebih mementingkan yang lahir atau yang formal : pergaulan, pakaian, bahasa. Bahkan tidak hanya ditujukan kepada sikap lahir saja, tetappi seringkali sudah puas dengan sikap semu, atau pura-pura saja. Jadi tidak semata –mata menghendaki sikap batin. Sopan santun menyentuh manusia tidak semata-mata sebagai individu, tetapi tetapi sebagai manusia, sehingga menyentuh kehidupan bersama. Kaedah kesusialaan dan kaedah sopan santun dirasakan belum cukup memuaskan sebab: masih banyak kepentingan-kepentingan manusia lainnya yang memerlukan perlindungan, tetapi belum mendapatkan perlindungan dari ketiga kaedah social tersebut dan kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapatkan perlindungan dari ketiga kaedah tersebut tapi belum cukup terlindungi.

 BAB III 
 KAEDAH HUKUM 

 Telah diketahui bahwa disamping kaedah kepercayaan atau keagamaan, kaedah kesusilaan dan kaedah sopan santun masih diperlukan kaedah hukum. Kaedah hukum ditujukan terutama kepada palakunya yang konkrit, yaitu di pelaku pelanggaran yang nyata-nyata berbuat, bukan untuk penyempurnaan manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakat agar masyarakat tertib, agar jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar tidak terjadi kejahatan. Kaedah hukum mengutamakan perbuatan lahir. Pada hakikatnya apa dibatin, apa yang difikirkan manusia tidak menjadi soal. Yang penting adalah bahwa lahirnya, apa yang tampak dari luar, ia patuh pada peraturan lalu lintas. Kaedah hukum berasal dari luar diri manusia. Masyarakatlah secara resmi diberi kuasa untuk member sanksi atau menjatuhkan hukuman. Kaedah hukum dan kaedah social lainnya Kaedah hukum dapat dibedakan dari kaedah kepercayaan, kaedah kesusilaan dan sopan santun, tetapi tidak dapat kepisahan, sebab meskipun ada perbedaannya ada pula titik temunya. Antara kaedah kepercayaan atau kegamaan dan hukum banyak titik temunya. Pasal 29 UUD misalnya menjamin kebebasan beragama bagi setiap pendudukan . Pembunuhan, pencurian, perzinahan tidak dibenarkan oleh kedua kaedah itu. Batas yang tajam tidak dapat ditarik antara antara kaedah kesusilaan dan kaedah hukum. Kesusialaan sering melarang beberapa perbuatan tertentu yang oleh hukum sama sekali tidak dihiraukan, sepertinya misalnya berbohong, kumpul kebo atau hidup bersama tanpa nikah. Sebaliknya kadang-kadang hukum membolehkan apa yang dilarang oleh kesusilaan. Contohnya : suto menggugat noyo yang hutang uang kepadanya, tetapi tidak melunasinya. Hakim dalam putusannya menolak gugatan suto, karena dianggap tidak terbukti. Menurut hukum karena gugatan suto ditolak oleh pengadilan, maka noyo tidak perlu memenuhi kewajibannya melunasi hutangnya kepada suto. Apabila gugatan ditolak oleh pengadilan, maka menurut hukum tergugat tidak ada kewajiban apa-apa terhadap penggugat. Tetapi kesusilaan tidak membebaskan orang yang hutang dari kewajibannya melunasi hutangnya. Hukum itu sebagian besar merupakan peraturan kesusilaan yang oleh penguasa diberi sanksi hukum : perbuatan-perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP hampir seluruhnya merupakan perbuatan-perbuatan yang berasal dari kaedah kesusilaan atau kepercayaan. Hukum menurut legalitas, yang berarti bahwa yang dituntut adalah pelaksanaan atau penataan kaedah semata-mata, sedangkan kesusilaan menurut moralitas, yang berarti bahwa dituntut adalah perbuatan yang didorong oleh rasa wajib. Kaedah hukum berisi kenyataan normative (apa yang seyogyanya dilakukan) : das Sollen dan bukan berisi kenyataan alamiah atttau peristiwa konkrit : das sein. Dalam hukum yang penting bukanlah apa yang terjadi , tetapi apa yang seharusnya terjadi. Contohnya dihukumnya pencuri bukanlah merupakan akibat pencurian. Orang tidak dihukum karena (sebagai akibat) mencuri, tetapi pencuri harus dihukum berdasarkan undang-undang yang melarangnya. Disini tidak berlaku hukum sebab akibat. Telah dikemukakan bahwa kaedah hukum itu bersifat pasif. Agar kaedah hukum itu tidak berfungsi pasif dan berfungsi aktif maka diperlukan “rangsangan”. Rangsangan untuk mengaktifkan kaedah hukum adalah peristiwa konkrit ( das Sein ). Karena kaedah hukumlah peristiwa konkrit itu menjadi peristiwa hukum. Peristiwa hukum adalah peristiwa yang relevan bagi hukum, peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan timbulnya atau lenyapnya hak dan kewajiban. Peristiwa konkrit (das Sein) untuk menjadi peristiwa hukum memerlukan das Sollen. Lazimnya yang dianggap merupakan beda yang menonjol antara kaedah hukum dengan kaedah social lainnya ialah sanksinya. Sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum dapat dipaksakan, dapat dilaksanakan diluar kemauan yang bersangkutan, bersifat memaksa. Kalau dikatakan bahwa sanksi pada kaedah hukum itu bersifat memaksa atau menekan ini tidak berarti bahwa sanksi terhadap pelanggaran kaedah social lainnya sama sekali tidak bersifat memaksa atau menekan. Dalam upacara bendera misalnya semua karyawan berseragam Korpri. Kalau ada seorang karyawan yang tidak berseragam Korpri maka ia akan merasa kikuk atau tidak tenang. Ketaatan pada kaedah hukum bukan semata-mata didasarkan pada sanksi yang bersifat memaksa, tetapi karena didorong oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan. Jadi sanksi hanyalah merupakan akibat dan tidak merupakan tidak cirri hakiki hukum. Tidak setiap kaedah hukum disertai sanksi. Kaedah hukum tanpa sanksi ini disebut lex imperfecta. Ketentuan yang tercantum dalam pasal 298 BW misalnya, yaitu bahwa seorang anak berapapun umurnya wajib menghormati dan menyegani orang tuanya, merupakan lex imperfect. Ketentuan ini tidak ada sanksinya. Tidak semua pelanggaran kaedah dapat dipaksakan sanksinya. Beberapa kewajiban tidak dapat dituntunt pemenuhannya menurut hukum secara paksa. Ini terjadi misalnya dengan kewajiban yang berhubungan dengan apa yang dinamakan perikatan alamiah ( obligato naturalis, natuurlijke verbintenis), suatu perikatan yang tidak ada akibat hukumnya. Ini terjadi misalnya pada kewajiban yang timbul dari perjanjian mengenai permainan dan pertaruhan, yang lebih dikenal dengan perjudian. Sekalipun pada umumnya kaedah hukum itu disertai sanksi namun tidak terhadap semua pelanggaran kaeddah hukum dikenai sanksi.
Hukum dan kekuasaan Yang dapat memberi atau memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum adalah penguasa, karena penegakan hukum dalam hal ada pelanggaran adalah monopoli penguasa. Hukum ada karena kekuasaan yang sah. Kekuasaan yang sahlah yang dapat menciptakan hukum. Jadi hukum bersumber pada kekuasaan yang sah. Didalam sejarah tidak jarang kita jumpai hukum yang tidak bersumber pada kekuasaan yang sah atau kekuasaan yang menurut hukum yang berlaku sesungguhnya tidak berwenang. Revolusi misalnya merupakan kekuasaan yang tidak sah dan sering merupakan kekerasan atau kekuatan fisik. Sebaliknya hukum sendiri adalah kekuasaan. Kalau dikatakan bahwa hukum itu kekuasaan tidak berarti bahwa kekuasaan itu hukum.
Eigenrichting Telah diketengahkan di muka bahwa pelaksanaan sanksi adalah monopoli penguasa. Perorangan tidak diperkenankan melaksanakan sanksi untuk untuk menegakan hukum. Memukul orang yang telah mengingkari janji atau menipu diri kita merupakan tindakan menghakimi sendiri aksi sepihak atau eigenritching. Dasar psikologis dari Hukum Hukum merupakan bagian internal dari kehidupan bersama. Kalau manusia hidup terisolir dari manusia lain, maka tidak akan terjadi sentuhan atau kontak bagi yang menyenangkan maupun yang merupakan konflik. Dalam keadaan semacam itu hukum tidak diperlukan. Didalam masyarakat walau bagaimanapun primitifnya manusia selalu menjadi subjek hukum menjadi penyandang hak dan kewajiban.
Hukum dan etik Yang menjadi tolak ukur adalah melanggar kaedah hukum atau tidakkesalahan orang diukur dengan kenyataan apakah ia melanggar kaedah hukum atau tidak.kalau melanggar kaedah hukum itu salah kalau tidak melanggar tidak salah. Pada hakekatnya yang tidak melanggar kaedah hukum itu baik, yang melanggar itu buruk. Telah dikemukakan bahwa asas hukum itu didukung oleh pikiran bahwa dimungkinkan memisahkan antara baik dan buruk. Karena itulah kaedah hukum itu disebut juga kaedah etis.