Sunday, September 25, 2016

Wawasan Nusantara


Pada dasarnya, tidak dapat dipungkiri bahwa ada keterkaitan antara orang yang hidup dalam latar geografik, klimatik, dan ekologi yang berbeda dengan cara pandang dalam memahami kehidupan, diri, dan lingkungannya. Pada dasarnya ini adalah hubungan antara konsep geografis, dengan antropologis, dengan psikologis.
Geografi pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi beserta isinya. Isi dari bumi itu sendiri adalah flora, fauna, manusia dan bentang alam yang ada dipermukaan bumi.[1] Melihat obyek kajian dari geografi yang juga menyebut manusia, maka tidak bisa dipungkiri lagi kalau geografi memerlukan antropologi dalam kajiannya. Penyebabnya karena antropologi mempelajari tentang berbagai warna manusia, baik dari segi suku bangsa, etnis, maupun ras. Sebaliknya, antropologi juga memerlukan geografi untuk memepelajari tentang bentang alam. Karena salah satu yang mempengaruhi kebudayaan manusia adalah keadaan lingkungan fisik tempat mereka hidup.[2]
Sedangkan Psikologi itu sendiri pada hakikatnya adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dan proses-proses mentalnya. Dapat dikatakan bahwa psikologi lebih menekankan apad pendekatan internal, yaitu dari daam diri seseorang,[3] sedangkan antropologi lebih menekankan pada aspek eskternalnya, yiatu lingkungan. Kedua unsure ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan dalam membentuk sebuah kebudayaan. Untuk memahami pola-pola kebudayaan dalam masyarakat, seorang antropolog harus memperhatikan interaksi yang terjadi antara kedua unsure tersebut. Sedangkan seorang psikolog juga harus memperhatikan unsur eksternal yang membentuk sifat seseorang.
Selain antropologi, pendekatan dalam ilmu sosiologi juga amatlah berpengaruh. Sosiologi itu sendiri ialah ilmu masyarakat yang mempelajari tentang struktur social yakni keseluruhan jalinan social antara kaidah-kaidah social, kelompok-kelompok social, dan lapisan-lapisan social. Sosiologi juga mempelajari proses social yaitu pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama.[4]
Apabila kita andaikan dalam suatu contoh, misalkan Masyarakat yang beriklim 4 Musim, pada umumnya amat menghargai musim panas. Bahkan musim panas rata-rata dijadikan sebagai musim liburan. Masyarakat yang beriklim 4 musim amat menghargai dan memanfaatkan matahari dengan maksimal. Hal ini berbeda dengan masyarakat yang berada di garis khatulistiwa.
Contoh lainnya yang juga relevan ialah, kondisi masyarakat Afrika tengah yang rata-rata di negaranya minim air. Masyarakat Afrika tengah amatlah menghargai keberadaan sumber air. Hal ini jelas berbanding terbalik dengan masyarakat-masyarakat yang tinggal dalam negara yang memiliki banyak supply air.
Namun, hal itu tidak dapat sepenuhnya dikatakan mempengaruhi cara tiap-tiap masyarakat tersebut memahami kehidupan baik diri sendiri maupun lingkungannya. Ada begitu banyak faktor lain yang bisa mempengaruhi cara pandang seseorang dalam memaknai kehidupan itu sendiri.
Hal ini dapat terlihat dalam kenyataan sehari-hari. Misalkan orang Indonesia dan orang di seluruh dunia secara umum, pasti sama-sama memiliki keinginan untuk ramah lingkungan. Kemudian contoh berikutnya, Misalkan orang Indonesia yang tidak pernah merasakan musim dingin, tidak berada di wilayah perkotaan, berada dalam wilayah geografis strategis antar benua yang berbeda dengan kondisi geografis amerika, namun tetap mempunyai cita-cita yang sama dengan American Dreams. Sama-sama ingin mengejar kesuksesan materialistis. Meskipun, sekali lagi, letak geografis kedua tempat tersebut amatlah jauh berbeda.
Hal tersebut dipicu karena adanya berbagai macam faktor yang ada dan berbeda dalam diri masing-masing individu. Sehingga, benar memang bahwa perbedaan klimatik, ekologi, dan geografik, dapat membuat perbedaan cara pandang bagi seorang individu atau suatu kelompok masyarakat dalam memahami keadaaan disekitar, kehidupan, dan lingkungannya. Namun hal itu tidaklah mutlak dan menjamin pasti perbedaan tersebut terjadi. Semua tergantung individu masing-masing, dan bergantung pula dengan berbagai macam faktor-faktor yang ada dan yang mempengaruhi tiap-tiap individu.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik, terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2.
Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas sebagai berikut : 
     Utara : Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan.
     Selatan : Negara Australia, Samudera Hindia
     Barat : Samudera Hindia
     Timur : Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik
 Posisi Indonesia terdiri atas letak astronomis dan letak geografis yang berbeda pengertian dan pandangannya.
1.      Letak Astronomis
Letak astronomis suatu negara adalah posisi letak yang berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Letak astronomis Indonesia Terletak di antara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT Berdasarkan letak astronomisnya Indonesia dilalui oleh garis equator, yaitu garis khayal pada peta atau globe yang membagi bumi menjadi dua bagian sama besarnya. Garis equator atau garis khatulistiwa terletak pada garis lintang 0o. 

 

2.      Letak geografis
Letak Geografis dan Posisi Silang Indonesia terhadap negara lain Letak geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah dilihat dari kenyataan di permukaan bumi. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian.

A. ARTI LETAK INDONESIA di BOLA DUNIA
Letak ini sangat strategis untuk negara Indonesia, sebab tidak hanya kondisi alam yang mempengaruhi kehidupan penduduk Indonesia, tetapi juga lintas benua dan samudera ini berpengaruh terhadap kebudayaan yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan asing, yakni dalam bidang seni, bahasa, peradaban, dan agama dengan keanekaragaman suku-bangsa yang kita miliki. Selain kebudayaan, Indonesia juga mendapatkan keuntungan ekonomis, seperti: pertama, kerjasama antar negara-negara berkembang sehingga memiliki mitra kerjasama yang terjalin dalam organisasi, seperti ASEAN (Association of Southeast Asian Nations/Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara)[2]; kedua, seperti terlihat pada gambar di atas dapat diketahui Indonesia sebagai inti jalur perdagangan dan pelayaran lalu lintas dunia, jalur transportasi negara-negara lain, sehingga menunjang perdagangan di Indonesia cukup ramai dan sebagai sumber devisa negara.
Diketahui secara geografis wilayah Indonesia sangat luas, maka negara kita dikenal sebagai Negara Kepualauan atau Negara Maritim. Ini terbukti dari luas wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari pulau-pulau, dengan memiliki ± 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Dengan wilayah Indonesia yang begitu luasnya, maka memiliki keuntungan-keuntungan, sebagai berikut:
a)               mempermudah hubungan dengan negara lain, ikatan dagang;
b)               lalu lintas perdagangan damai dan lancar;
c)               persaingan yang menguntungkan; dan
d)              sumber daya kelautan yang berlimpah.
Keuntungan lainnya, seperti pada keanekaragaman budaya. Ini menjadi daya tarik bagi masyarakat dunia, sehingga Indonesia menjadi suatu wilayah salah satu tujuan utama untuk berwisata. Dengan kecantikan alam dan keanekaragaman budaya bangsa kita, maka sektor pariwisata menjadi salah satu sumber devisa negara.
Namun letak Indonesia ini juga mempunyai efek negatif salah satunya adalah pada tatanan kehidupan sosial, masyarakat Indonesia dapat dengan mudahnya terpengaruh oleh budaya luar yang diserap tanpa adanya proses penyaringan (selektif) terhadap budaya yang negatif, sehingga akan menumbuhkan dampak sosial yang kurang baik. Budaya negatif yang diserap tanpa proses selektif dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia, seperti: sifat individualisme, dan cara pandang yang terlampau luas. Budaya negatif ini dapat mengakibatkan rasa hormat menghormati dan sopan santun antar sesama luntur, budaya lokal kurang dipertahankan atau mulai ditinggalkan.

 Wawasan Nusantara pada dasarnya adalah klaim kewilayahan Republik Indonesia yang sudah dimulai sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, mendapat momentum penting dengan Deklarasi Juanda 1957 dan memuncak pada diakuinya konsep negara kepulauan (archipelagic state) dalam UNCLOS 1982. Klaim kewilayahan ini dikonseptualisasikan sebagai “Wawasan Nusantara” yang merupakan klaim politik kewilayahan sebagai negara kepulauan, yang artinya Indonesia bukanlah negeri dengan pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan, melainkan negeri lautan yang didalamnya terdapat pulau-pulau, yang dipahami tidak saja sebagai kesatuan politik (wilayah kedaulatan RI), tetapi juga kesatuan sosial budaya (Bangsa Indonesia), dan karena itu juga satu kesatuan ekonomi (perekonomian nasional) serta kesatuan sistem pertahanan dan keamanan.
            Bangsa Indonesia sebagai satu kerakyatan (volkische staat; peopledom), di mana Bangsa Indonesia didefinisikan sebagai orang-orang yang berdiam dan berketurunan di lautan dan daratan Indonesia, di mana lautan dan daratan Indonesia dengan berbagai sumberdayanya merupakan sumber penghidupan bagi Bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
            Dengan berpegangan pada wawasan nusantara sebagai doktrin geopolitik dan geostrategi Indonesia, di mana dengan 17,508 pulau yang membentuk garis pantai sepanjang 95,181 km, dan dengan luas wilayah lautan 5,8 juta km2, sedangkan daratannya hanya 1,9 juta km2, maka Bangsa Indonesia seharusnya menginsyafi sepenuhnya untuk memusatkan perhatian dan kegiatannya di wilayah pesisir. Dalam rangka mewujudkan wawasan nusantara, maka perlu dilaksanakan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP2K) berbasis hak yang merupakan pelaksanaan dari kebijakan ekonomi lautan yang berpihak pada orang miskin (pro-poor), berorientasi mencipatakan lapangan kerja (pro job), transformasi dari moda subsisten menjadi industri (pro-growth), dan akhirnya semua harus dikelola secara berkelanjutan (pro-sustainability).





[1] Iwan Hermawan, Geografi, Sebuah Pengantar. (Jakarta: LIPI Press, 2009), hlm. 21

[2] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm.36

[3] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Andi Publisher, 2006), hlm, 13
[4] Selo Soemardjan, Setangkai Bunga Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1964), hlm. 23 

TATA CARA PRAKTEK PERSIDANGAN PERKARA PIDANA

Adapun personil yang mempunyai peran dalam proses persidangan perkara pidana adalah :
1.      Majelis Hakim (MH)
2.      Jaksa Penuntut Umum (JPU)
3.      Penasehat Hukum (PH)
4.      Panitera Pengganti (PP)
5.      Terdakwa
Selain personil tersebut diatas ada jugapetugas yang mendukung kelancaran jalannya suatu persidangan .petugas dimaksud adlah :
a.       Juru Sumpah (JS)
b.      Juru Panggil
c.       Petugas Pengawalan
d.      Petugas Pkeamanan





 TATA URUTAN DAN TAHAP-TAHAP SIDANG PERKARA PIDANA  DI PENGADILAN NEGERI

I.                        SIDANG PERTAMA
Sidang ditetapkan oleh  Majelis Hakim dan dibuka dengan cara sebagai berikut :
A. Majelis Hakim memasuki ruang sidang
1.      Yang  pertama sekali memasuki ruang sidang adalah: panitera pengganti.jaksa penuntut umum, dan penasehat hukum serta pengunjung, masing-masing duduk di tempat yang telah ditempatkan;
2.      Pejabat yang bertugas sebagai protocol (biasanya dilakukan oleh PP) mengumumkan bahwa  Majelis Hakim  akan memasuki ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri”,termasuk JPU dan PH;
3.      Majelis Hakim memasuki ruang sidang dengan melalui pintu khusus, yang terdepan Hakim ketua dan diikuti Hakim anggota I (senior) dan Hakim anggota II (yunior);
4.      Majelis Hakim duduk di tempatnya masing-masing degan posisi : Hakim ketua di tengah dan Hakim anggota I berada di sebelah kanan dan Hakim anggota II di sebelah kiri, hadirin dipersilahkan duduk kembali oleh protocol;
5.      Hakim ketua membuka sidang dengan kata-kata “sidang pengadilan negeri……..yang memeriksa perkara pidana nomor……..atas nama terdakwa…….pada hari…tanggal….dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum”, sambil mengetuk palu sebanyak 3x.

B.     PemanggilanTerdakwa Masuk ke Ruang Sidang
1.      Hakim ketua bertanya ke JPU :”apakah terdakwa siap untuk dihadirkan pada sidang hari ini ?”. jika JPU tidak bisa menghadirkan terdakwa maka Hakim harus menunda persidangan pada waktu yang ditentukandengan perintah kepada JPU untuk menghadirkan terdkakwa pada sidang berikutnya;
2.      Jika JPU siap untuk menghadirkan terdakwa, maka Hakim ketua memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masukke ruang sidang;
3.      JPU memerintahkan pada petugas agar terdakwa dibawa masuk ke ruang sidang;
4.      Petugas membawa terdakwa masuk ke ruang sidang dan mempersilahkan duduk di kursi pemeriksaan. Jika terdakwa tersebut ditahan , biasanya dari ruang tahanan pengadilan hingga keruang sidang terdakwa dikawal oleh beberapa petugas . sekalipun demeikian ,terdakwa harus diperhadapkan dalam keadaan bebas, artinya tidak perlu diborgol;
5.      Setelah terdakwa duduk di kursi pemeriksaan, Hakim ketua mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
a.       Apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa ?
b.      Menanyakan identitas terdakwa: nama, umur, alamat,dll.
6.      Hakim selanjutnya bertanya : apakah didampingi PH ?
a.     Jika terdakwa didampingi PH, maka Hakim menegaskan hak terdakwa untuk didampingi PH dengan memberi kesempatan kepada terdakwa untuk mengambil sikap sebagai berikut :
-            Maju sendiri (tanpa didampingi PH
-            Mengajukan permohonan pada pengadilan agar ditunjukkan PH untuk mendampingi secara   cumc-Cuma;
-            Meminta waktu kepada meajelis untuk mencari PH sendiri;
b.      Jika terdakwa didampingi PH,maka proses selanjutnya adalah:
-             Hakim menanyakan kepada PH apakh benar dalam sidang ini ia bertindak sebagai PH terdakwa sekaligus meminta kepada PH untuk menunjukkan memperlihatkan kartu advokatnya dan menunjukkan surat kuasa khusus;
-             Setelah Hakim memriksa kartu advokat dan surat kuasa, selanjutnya memperlihatkan kepada Hakim anggota yang sebelah kanan kemudaian Hakim yang sebelah kiri,baru kemudian pada JPU.

C.     Pembacaan Surat Dakwaan
1.      Hakim ketua mempersilahkan kepada JPU untuk membacakan surat dakwaan dan meminta kepada terdakwa untuk mendengarkan dengan seksama
2.      JPU membacakan surat dakwaan dengan 2 cara :
a)      Duduk
b)      berdiri. Jika surat dakwaannya panjang maka pembacaannya dapat digilir sesama JPU
3.      Selanjutnya Hakim Ketua menanyakan kepada terdakwa :”apakah ia sudah paham /mengerti tentang apa yang didakwakan ? apabila terdakwa tidak mengerti , maka JPU atas permintaan Hkim ketua,wajib memberi penjelasan seperlunya.

D.     Pengajuan Eksepsi (keberatan)
1.      Hakim ketua menanyakan pada terdakwa atau Phnya, apakah akan mengajukan tanggapan atau keberatan atas surat dakwaan JPU
2.      Pertama-tama Hakim bertanya pada terdakwa dan memberi kesempatan untuk menangapi , selanjutnya kesempata kedua diberikan kepada Phnya
3.      Apabila terdakwa/Phnya tidak  mengajukan eksepsi ,maka persidangan dilanjutkan pada tahap pembuktian
4.      Apabila terdakwa/Phnya akan mengajukan eksepsi,maka Hakim bertanya kepada terdakwa/Phnya,apakah telah siap untuk membacakan eksepsi
5.      5. Apabila terdakwa/PH telah siap , maka Hakim ketua menyatakan sidang ditunda untuk memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan eksepsi pada hari sidang berikutnya
6.      Apabila terdakwa/PH telah siap membacaka eksepsi, maka Hakim ketua mempersilahkan pada terdakwa/ PH untuk membacakan eksepsinya, dan eksepsi ini bisa diajukan lisan maupun tertulis
7.      Jika eksepsi secara tertulis, mka setelah dibacakan eksepsi tersebut diserahkan kepada Hakim dan salinannya diberikan kepada JPU. Tata cara membacanya sama dengan waktu JPU membacakan surat dakwaa. Eksepsi ini dapat juga diajukan oleh terdakwa sendiri atau kedua-duanya bersama-sama mengajukan eksepsi,dan biasa juga terdakwa menyerahkan sepenuhnya kepada PH
8.      Apabila kedua-duanya mengajukan eksepsi, maka kesempatan pertama diberikan kepada terdakwa lebih dahulu,setelah itu PH nya
9.      Setelah pembacaan eksepsi dan terdakwa/PH, hakim ketua memberi kesempatan pada JPU untuk mengajukan tanggapan atas eksepsi pada sidang berikutnya
10.  Atas eksepsi beserta tanggapan tersebut, selanjutnya hakim ketua meminta waktu untuk mempertimbangkan dan menyusun “putusan sela”
11.  Apabila majelis hakim berpendaat bahwa pertimbangan untuk memutuskan permohonan eksepsi tersebut mudah/sederhana, maka sidang dapat diskors selama beberapa menit untuk menentukan putusan sela
12.  Tata cara skorsing sidang ada 2 macam :
A.    Cara I : majelis haki meninggalkan ruang sidang untuk membahas/mempertimbangkan putusan di ruang hakim , sedangakan JPU , terdakwa/PH serta seluruh hadirin tetap tinggal di tempat
B.     Cafra II: hakim ketua mempersilahkan semua yang hadir supaya keluar dari ruang sidang selanjutnya petugas menutup ruang sidang dan majelis hakim merundingkan putusan sela dalam ruang sidang(cara ini paling sering dipakai)
13.  Apabila majelis hakim berpendapat bahwa memerlukan waktu yang agak lama dalam mempertimbangkan putusan sela tersebut, maka sidang dapat ditunda dan dibacakan padahari  sidang berikutnya

E.      Pembacaan/pengucapan putusan sela
1.      Setelah hakim mecabut skorsing atau membuka sidang kembali dengan ketukan palu 1x, hakim ketua menjelaskan pada para pihak yang hadir dipersidanganbahwa acara selanjutnya dalah pembacaan atau pengucapan putusan sela
2.      Tata caranya adalah :putusan sela tersebut diucapkan/dibacakan oleh hakim ketua sambil duduk dikursinya. Apabila naskah putusan sela tersebut panjang, tidak menutup kemungkinan putusan sela tersebut dibacakan secara bergantian dengan hakim anggota. Pembacaan amar putusan di akhiri dengan ketukan palu 1x
3.      Secara garis besar ada 3 kemungkinan isi putusan sela:
a.       Eksepsi terdakwa/PH ditolak, sehingga pemeriksaan terhadap terdakwa tersebut harus dilanjutkan
b.      Eksepsi terdakwa/PH diterima, sehingga pemeriksaan terhadap perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan (harus dihentikan)
c.       Eksepsi terdakwa/PH baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, sehingga sidang harus dilanjutkan
4.      Setelah putusan sela diucapkan atau dibacakan, hakim ketua menjelaskan seperlunya mengenai garis besar isi putusan sela sekaligus menyampaikan hak JPU, terdakwa/PH untuk mengambil sikap menerima putusan tersebut atau menyatakan perlawanan .


II.                        SIDANG PEMBUKTIAN

Sebelum memasuki acara pembuktian , hakim ketua mempersilahkan terdakwa supaya duduknya berpindah dari kursi pemeriksaan ke kursi terdakwa yang berada di samping  kanan kursi PH.selanjutnya, procedure dan tata cara pembuktian adalah sebagai berikut:
A.     Pembuktian Oleh Jaksa Penuntut Umum
1.      Pengajuan saksi yang memberatkan (saksi a charge)
a.       Hakim ketua bertanya kepada JPU apakah telah siap menghadirkan saksi-saksi pada sidang hari ini ?
b.      Apabila JPU telah siap, maka hakim segera memerintahkan kepada JPU untuk menghadirkan saksi seorang demi seorang ke dalam ruang sidang
c.       Saksi yang pertama kali diperiksa adalah”saksi korban”. Dan setelah itu baru saksi yang lain yang dipandang relevan dengan tujuan pembuktian mengenai tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa, baik saksi yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara maupun saksi tambahan yang diminta oleh JPU selama sidang berlangsung
d.      Tata cara pemeriksaan saksi:
1.       JPU menyebutkan nama saksi yang akan diperiksa
2.       Petugas membawa saksi masuk ke ruang sidang dan mempersilahkan saksi untuk duduk di kursi pemeriksaan
3.       Hakim ketua bertanya kepada saksi tentang :
-          Identitas saksi )nama, umur, alamat , pekerjaan , agama, dll)
-          Apakah saksi kenal dengan terdakwa(apabila perlu hakim meminta kepada saksi untuk mengamati wajah terdakwa dengan seksama guna memastikan jawabannya
-          Apabila saksi mempunyai hubungan darah (sampai derajat berapa) dengan terdakwa, apakah saksi memiliki hubungan suami/istri dengan terdakwa,atau apakh saksi terikat hubungan kerja dengan terdakwa
4.      Apabila perlu hakim dapat pula bertanya apakah saksi sekarang dalam keadaan sehat wal afiat dan siap diperiksa sebagai saksi
5.      Hakim ketua meminta kepada saksi untuk besedia mengucapkan sumpah/janji  sesuai dengan keyakinannya.
6.      Saksi mengucapkan sumpah menurut agama/keyakinannya dipandu oleh hakim dan pelaksanaan sumpah dibantu oleh jurusumpah
7.      Tatacara pelaksanaan sumpah yang lazim dipergunakan di PN yaitu :
a.          Saksi dipersilahkan berdiri agak ke depan
b.         Untuk saksi yang beragama islam , cukup berdiri tegap  saat melafalkan sumpah ,dan petugas berdiri di belakangnya sambil mengangkat al qur’an di atas kepala saksi.untuk saksi yang beragam kristen /katolik petugas membawakan injil(akitab) di sebelah kiri saksi, pada saat saksi melafalkan sumpah tangan kiri saksi diletakkan diatas alkitab dan tangan kanan saksi dan jari tengah dan jari telunjuk membentuk huruf v (victoria) untuk yang beragama kristen atau mengacungkan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis untuk yang beragama katolik . sedangkan untuk agama lainnya menyesuaikan
c.          Hakim meminta agar saksi megikuti kata-kata yang dilafalkan oleh hakim
d.         Lafal sumpah saksi :”saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya
e.          Untuk dsksi yang beragama islam ,lafal sumpah diawali dengan ucapa :”wallahi….atau demi Allah ….”,untuk saksi ynag beragama katolik/kristen protestan lafal sumpah diakhiri dengan ucapan :”semoga tuhan menolong saya”. Untuk saksi yang beragama hindu lafal sumpah diawali dengan ucapan :”om atah parama wisesa…”. Untuk saksi yang beragama buddha lafal sumpah diawali dengan lafal :”demi sang hyang adi budha…..”.
8.      Hakim ketua mempersilahkan duduk kembali dan mengingatkan bahwa saksi harus memberi keternagan yang sebenarnya , sesuai dengan apa yang dialaminya , apa yang dilihatnya , atau apa yang didengarnya sendiri .jika perlu hakim juga dapat mengingatkan bahwa apabila saksi tidak mengatakan yang sesungguhnya , ia dapat dituntut karena sumpah palsu. Hakim ketu mulai memeriksa saksi dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa.
9.      Setelah hakim kutua selesai mengajukan pertanyaan pada saksi, hakim anggota, JPU, terdakwa/PH juga diberi kesenmpata untuk  mengajukn pertanyaan pada saksi
10.  Pertanyaan ang diajukan kepada saksi diarahkan untuk menangkap fakta yang sebenarnya , sehingga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.       Materi pertanyaan diarahkan untuk pembuktian unsur-unsur perbuatan yang didakwakan
b.      Pertanyaan harus relevan dan tidak berbelit-belit, bahasa dan penyampaiannya harus dipahami oleh saksi
c.       Pertanyaan tidak boleh bersifat menjerat atau menjebak saksi
d.      Pertanyaan idak boleh bersifat peng kualifikasian delik
e.       Hindari pertanyaan yag bersifat pengulangandari pertanyaan yang sudah di tanyakan, kecuali hal tersebut ditujukan dalam rangka memberi penekanan pada suatu fakta tertentu atau penegasan terhadap keterangan yang bersifat ragu-ragu. Hal tersebut di atas pada dasarnya bersifat sangat merugikan terdakwa atau pemeriksaan itu sendiri, sehinga pabila dalam pemeriksaan saksi hal tersebutterjadi maka pihak yang mengetahui dan merasa dirugikan atau merasa keberatan dapat mengajukan keberatan/interupsi pada hakim ketua dengan menyebutkan alasannya . sebagai contoh pertanyaan JPU bersifat menjerat terdakwa , maka PH dapat protes dengan kata-katanya kira-kira sbb :”interupsi ketua majelis ….pertanyaan JPU menjerat saksi”. Satu contoh lagi ,jika pertanyaan PH berbelit-belit maka JPU dapat mengajukan protes , misalnya dengan kata-kata :”keberatan ketua majelis ….pertanyaanPH membingungkan saksi”. Atas keberatan atau interupsi tersebut hakim ketua langsung menanggapi dengan menetapkan bahwa interupsi/keberatan ditolak atau diterima. Apabila interupsi ditolak maka pihak yang sedang mengajukan pertanyaan dipersilahkan untuk melanjutkan pertanyaannnya , sebaliknyajika ditolak maka pihak yang menhgajukan pertanyaan diminta untuk mengajukan pertanyaan lain.
11.  Selama memriksa saksi hakim dapat menunjukkan barang bukti pada saksi guna memastikan kebenaran yang berkaitan dengan barang bukti tersebut.
12.  Setiap kali saksi selesai memberikan keterangan , hakim ketua menanyakan kepada terdakwa , bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut ?
a.       Setelah pemeriksaan terhadap satu saksi selesai ,hakim ketua mempersilahkan duduk saksi tersebut  untuk duduk di kursi saksi  yang terletk di belakang kursi pemeriksaan
b.      Selanjutnya hakim ketua bertanya kepada JPU, apakah masih ada saksi yang akan diajukan pada sidang hari ini. Demikian dan seterusnya hingga  JPU mengatakan tidak ada lagi saksi yang akan diajukan
c.       Apabial ada saksi karena halangan yang sah tidak dapat dihadirkan dalam persidangan maka keterangan yang telah diberikan pada saat penyidikan sebagaimana tercatat dalam BaP dibacakan .dalam hal ini yang bertugas membacakan berita acara tersebut adalaha hakim ketua, namun seringkali hakimketua meminta agar JPU yang membacakan
2.      Pengajuan alat bukti lainnya guna mendukung argumentasi JPU.
a.             Hakim ketua menanyakan apakah JPU masih akan mengajukan alat bukti bukti lainnya seperti:  keterangan ahli dan surat serta tambahan barang bukti yang ditemukan selama proses persidangan
b.            Apabila JPU mengatakan masih, maka tata cara pengajuan bukti-bukti tersebut adalah sebagai berikut :
                                                  i.      Tata cara pengajuan saksi ahli sama seperti tata cara pengajuan saksi lainnya . perbedaannya yaitu keterangan yang diberikan oleh ahli adalah pendapatnya terhadap suatu kebenaran sesuai dengan pengetahuan atau bidang keahliannya , sehingga lafal sumpahnya disesuaikan menjadi : “ saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memberikan pendapat soal-soal yang dikemukakan menurut pengetahuan saya sebaik-baiknya”.
                                                ii.      Tata cara pengajuan alat bukti surat( hasil pemeriksaan laboratorium criminal, visum e repertum dll) adalah : JPU maju kedepan dan menunjukkan alat bukti surat yang diajukan pada mejelis hakim . hakim ketua dapat memanggil terdakwa atau PH untuk maju kedepan supaya  dapat menyaksikan alat bukti surat yang diajukan
                                              iii.      Tata cara pengajuan alat bukti , JPU pada petugas untuk membawa masuk barang buti ke ruang sidang . apabila barang bukti tersebut bentuknya tidak besar dan tidak berat (uang pistol,pakaian dll), dapat langsung diletakan di meja hakim jika bentuknya besar namun bisa dibawa masuk ke ruang sidang (misalnya sepeda),cukup diletakkan di lantai ruang sidang saja. Jika bentuknya besar dan tidak bisa dibawa masuk ke ruang sidang (misalnya mobil),majelis hakim diikuti JPU, terdakwa/PH harus keluar dari ruang sidang untuk memeriksabarang bukti tersebut. Demikian juga mengenai barang bukti yang karna sifat dan jumlahnya tidak dapat seluruhnya diajukan, maka cukup diajukan samplenya saja. Apabila JPU mengatakan bahwa semua bukti-bukti telah diajukan, maka hakim ketua memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan bukti-bukti.

B.     Pembuktian Oleh Terdakwa/ Penasihat Hukum
1.      Pengajuan saksi yang meringankan terdakwa( saksi a de charge) :
a.       Hakim ketua bertanya kepada terdakwa/PH apakah ia akan mengajukan saksi yang menguntungkan/meringankan (a de charge)
b.      Jika terdakwa/PH tidak akan mengajukan saksi ataupun bukti lainnya,maka ketua majelis menetapkan bahwa sidang akan dilanjutkan pada acara pengajuan tuntutan oleh JPU
c.       Apabila terdakwa/PH akan dan telah siap mengajukan saksi yang meringankan, maka hakim ketua segera memerintahkan agar saksi di bawaah masuk ke ruang sidang untuk diperiksa
d.      Selanjutnya tata cara pemeriksaan saksi A de charge sama dengan pemeriksaan saksi A charge, dengan titik berat pada pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada pengungkapan fakta yang bersifatmembalik/melemahkan dakwaan JPU atau setidaknya meingankan terdakwa
2.      Pengajuan alat bukti lainnya guna mendukung argumentasi terdakwa/PH
a.       Hakim ketua menanyakan apakah terdakwa/PH masih akan mengajukan bukti-bukti lainnya seperti : keterangan ahli dan surat serta tambahan barang bukti yang ditemukan selama proses persidangan
b.      Apabila terdakwa/PH menyatakan masih , maka tata cara pengajuan bukti tersebut sama dengan cara pengajuan oleh JPU
c.       Apabila terdakwa/PH mengatakan bahwa semua bukti-bukti telah diajukan, maka hakim ketua menyatakan bahwa acara sidang selanjutnya adalah pemeriksaan pada terdakwa




C.     Pemeriksaan Pada Terdakwa
1.      Hakim ketua mempersilahkan kepada terdakwa untuk duduk di kursi pemeriksaan
2.      Terdakwa berpindah dari kursi terdakwa ke kursi pemeriksaan
3.      Hakim bertanya kepada terdakwa :”apakah terdakwa dalam keadaan sehatdan siap untuk diperiksa”
4.      Hakim mengingatkan pada terdakwa untuk menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan tidak berbelit-belit sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan
5.      Hakim ketua mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada terdakwa diikuti oleh hakim anggota, JPU dan PH. Majelis hakim dapat menunjukkan segala jenis barangbukti dan menanyakan pada terdakwa apakah ia mengenal benda tersebut. Jika perlu hakim juga dapat menunjukkan surat-surat atau gambar/photo hasil rekonstruksi yang dilampirkan pada BAP pada terdakwa untuk meyakinkan jawaban atas pertanyaan hakim atau untuk menegaskan suatu fakta
6.      Selanjutnya tata cara pemeriksaan pada terdakwa sama pada tata cara pemeriksaan saksi kecuali dalam hal sumpah
7.      Apabila terdakwanya lebih dari satu dan diperiksa bersama-sama dalam suatu perkara, maka pemeriksaannya dilakukan satu persatu dan bergiliran . apabila terdapat ketidaksesuaian jawaban diantara para terdakwa, maka hakim dapat meng-cross-check-kan antara jawaban terdakwa yang satu dengan terdakwa lainnya
8.      Setelah terdakwa (para terdakwa) selesai diperiksa maka hakim ketua menyatakan bahwa seluruh rangkaian sidang pembuktian telah selesai dan selanjutnya hakim ketua memberi kesempata kepada JPU untuk mempersiappkan surat tuntutan (requisitoir) unyuk diajukan pada hari sidang berikutnya,

III.               SIDANG PEMBACAAN TUNTUTAN, PEMBELAAN DAN TANGGAPAN-TANGGAPAN
A.     Pembacaan Tuntutan (requisitoir)
1.               Setelah membuka sidang, hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari ini adalah pengajuan tuntutan. Selanjutnya hakim ketua bertanyapada JPU apakah telah siap mengajukan tuntutan pada sidang hari ini
2.               Apakah JPU sudah siap mengajukan tuntutan, maka hakim ketua mempersilahkan pada JPU untuk mengajukan/ membacakan tuntutannya. Sebelum tuntutan dibacakan, maka hakim ketua meminta kepada terdakwa agar menyimak dengan baik isi tuntutan
3.               JPU membacakan tuntutan. Tata cara pembacaan tuntutan sama dengan tata cara pembacaan dakwaan
4.               Setelah selesai membacakan tuntutan, JPU menyerahkan naskah tuntutan (asli) pada hakim ketua dan salinannya pada terdakwa/PH
5.               Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa paham dengan isi tuntutan yang telah dibacakan oleh JPU tadi. Jika perlu, hakim ketua menjelaskan sedikit inti dari tuntutan tersebut,terutama yang berkaitan dengan kesalahan terdakwa dan hukuman yang dituntutkan oleh JPU
6.               Hakim ketua bertanya pada terdakwa/PH, apakah akan mengajukan pembelaan (pledoi)
7.               Apabila terdakwa/PH menyatakan akan mengajukan pembelaan maka hakim ketua memberikan kesempatan pada terdakwa/ PH untuk mempersiapkan pledoi

B.     Pengajuan/Pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi)
1.      Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah akan mengajukan pembelaan. Jika terdakwa akan mengajukan pledoi terhadap dirinya, maka hakim menanyakan kepada terdakwa apakah akan mengajukan sendiri pembelaannya atau menyerahkan sepenuhnya kepada PH nya
2.      Jika terdakwa mengajukan sendiri pembelaannya, maka pertama-tama yang diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan adalah terdakwa. Sebelumnya hakim ketua menanyakan pada terdakwa apakah akan mengajukan secara lisan atau tulisan
3.      Terdakwa mengajukan pembelaan :
a.       Apabila terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan, maka pada umumnya terdakwa mengajukan pembelaannya sambil tetap duduk di kursi pemeriksaan dan isi pembelaan tersebut selain dicatat oleh panitera dalam berita acara pemeriksaan, juga dicatat oleh pihak yang bekepentingan termasuk hakim
b.      Apabila terdakwa mengajukan pembelaan secara tertulis, maka hakim dapat meminta agar terdakwa membacakan pembelaannya sambil berdiri di depan kursi pemeriksaan dan setelah selesai dibaca nota pembelaan diserahkan pada hakim
4.      Setelah terdakwa membacakan pembelaannya atau jika terdakwa  telah menyerahkan sepenuhnya kepada PH, maka hakim ketua bertanya kepada PH , apakah telah siap dengan nota pembelaannya
5.      Apabila PH telah siap dengan pembelaan, maka hakim ketua segera mempersilahkan PH untuk membacakan pembelaannya. Adapun tata cara pembacaan pembelaan oleh PH sama dengan pengajuan eksepsi
6.      Setelah pembacaan nota pembelaan selesai , maka naskah nota pembelaan (asli) diserahkan pada hakim ketua,dan salinannya diserahkan pada JPU dan terdakwa
7.      Selanjutnya hakim ketua bertanya kepada JPU apakah ia akan mengajukan tanggapan terhadap pembelaan terdakwa/PH (replik)
8.      Apabila JPU akan menanggapi pembelaan terdakwa/PH, maka hakim ketua memberi kesempatan pada JPU untuk mengajukan replik

C.     Pengajuan/Pembacaan Tanggapan-tanggapan (replik dan duplik)
1.      Apabila JPU telah siap dengan repliknya , maka hakim ketua segera mempersilahkan JPU untuk membacakannya
2.      Tatacara pembacaan replik sama dengan pembacaan requisitoir
3.      Setelah replik diajukan/dibacakan oleh JPU maka hakim ketua memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan duplik
4.      Apabila terdakwa/PH telah siap dengan dupliknya, maka hakim ketua mempersilahkannya untuk membacakan
5.      Tatacara pembacaan duplik sama dengan pembacaan pembelaan
6.      Jika acara tersebut di atas telah selesai, maka hakim ketua sidang bertanya pada para pihak yang hadir dalam persidangan tersebut, apakah ada hal-hal yang akan diajukan dalam pemeriksaan. Apabila JPU,terdakwa/PH menganggap telah cukup, maka hakim ketua menyatakan bahwa “pemeriksaan dinyatakan ditutup”
7.      Hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang selanjutnya adalah pembacaan putusan, oleh sebab itu guna mempersiapkan konsep putusannya hakim meminta agar sidang ditunda untuk beberapa waktu





IV.              SIDANG PEMBACAAN  PUTUSAN
Sebelum menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan berdasarkan atas surat dakwaan, segala sesuatu yang terbukti di persidangan, tuntutan pidana, pembelaan, dan tanggapan-tanggapan (replik-duplik). Apabila perkara ditangani oleh majelis hakim, maka dasar-dasar pertimbangan tersebut harus dimusyawarahkan oleh majelis hakim. Setelah naskah putusan siap dibacakan, maka langkah selanjutnya adalah :
a.       Hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari ini adallah pembacaaan putusan. Sebelum putusan dibacakan oleh hakim ketua meminta agar para pihak yang hadir memperhatikan isi putusannya dengan seksama
b.      Hakim ketua muai membacakan putusan. Tata cara pembacaan putusan sama dengan tata cara pembacaan putusan sel. Apabia naskah putusan panjang maka hakim anggota  dapat menggantikan secara bergantian
c.       Pada saat hakim akan membaca/mengucapkan amar putusan (sebeum mulai membaca kata” mengadii….”) maka hakim ketua memerintahkan kepada terdakwa untuk berdiri di tempat
d.      Setelah amar putusan dibacakan seluruhnya , hakim ketua mengetukkan palu 1x dan mempersilahkan terdakwa untuk duduk kembali
e.       Hakim ketua memjelaskan secara singkat isi putusannya terutama yang berkaitan dengan dengan amar putusannya hingga terdakwa mengerti terhadap putusan yang dijatuhkan terhadapnya
f.       Hakim ketua menjelaskan hak-hak para pijak terhadap putusan tersenut. Selnjutnya hakim ketua menawarkan  pada terdakwa untuk menentukan sikapnya, apakah akan menyatakan siap menerima putusan tersebut, menyatakan menerima dan akan mengajukan grasi, menyatakan naik banding atau berpikir-pikir. Dalam hal ini terdakwa dapat diberi waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan PH nya atau terdakwa mempercayakan haknya kepada PH. Hal yang sama jua ditawarkan kepada JPU. Jika terdakwa/PH menyatakan sikap menerima , maka hakim ketua memerintahkan agar terdakwa menandatangani berita acara menerima pernyataan menerima putusan yang yang teah disiapkan oleh PP. jika terdakwa mengajukan banding , maka terdakwa diminta agar segera menandatangani akta permohonan banding (dapat dikuasakan kepada PH ). Jika terdakwa/PH menyatakan pikir-pikir dulu ,maka hakim ketua menjelaskan bahwa masa pikir-pikir diberikan selam 7 hari, apabila setelah 7 hari terdakwa tidak menyataka sikap, maka terdakwa dianggap menerima putusan. Hal ini juga sama juga dilakukan terhadap JPU
g.       Apabila tidak ada hal-hal yang akan disampaikanlagi, maka hakim ketua menyatakan bahwa seuruh rangkaian acara persidangan perkara pidana yang bersangkutan telah selesai dan menyatakan sidang ditutup. Tata caranya adlah : setelah mengucapkan kata-kata “ ……sidang dinyatakan ditutup” maka hakim ketua mengetukkan palu 3x
h.      Pejabat yang bertugas sebagai p[rotokol mengumumkan bahwa hakim/majelis hakim akan meninggalkan ruang sidang, dengan kata-kata kurang lebih “ hakim/majelis hakim akan meningalkan ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri
i.        Semua yang hadir dalam sidan tersebut , termasuk PH dan JPU turut berdiri
j.        Hakim/majelis hakimmeningalkan ruang sidang dengan meallui pintu khusus , muai dari yang terdepan Hakim ketua diikuti oeh hakim anggota 1 dan kemudian hakim anggota II
k.      Para pengunjung sidang , JPU,PH, terdakwa berangsur-angsur meninggalkan ruang sidang . apabila putusan menyatakan terdakwa tetap ditahan , maka pertama-tama yan meninggalkan ruang sidang adalah terdakwa dengan dikawal petugas