Friday, May 12, 2017

Penyebaran Isu Negatif di Pilkada DKI Jakarta 2017

Pilkada DKI Jakarta telah usai dan pemenangnya sudah ditetapkan oleh KPUD Jakarta.
Pilkada telah usai tapi tidak menurunkan tensi panasnya perebutan kekuasaan di Ibukota negara kita tersebut.
Hal ini tidak lain karena sudah keburu panasnya serangan isu-isu negatif selama masa kampanye.
Isu terpanasnya asalah Isu agama yang ditebarkan salah satu pendukung calon. Yang mana telah menjatuhkan lawannya yang merupakan agama minor di Indonesia. Isu agama bukanlah hal baru, melainkan isu pilihan yg selalu muncul dalam pesta rakyat. Agama yang harusnya menyejukkan hati kini berubah menjadi mainan politik. Agama yang harusnya merupakan urusan pribadi menjadi diumbar-umbar di secara umum. Hal ini beriringan dengan kasus yang akhirnya menimpa oleh salah satu calon. Yang mana penyinggungan salah satu ayat suci Al-quran dalam pidatonya di Kepulauan seribu telah membawa dia dalam tuntutan penistaan agama. Hal ini mencuat ketika salah seorang memposting ulang pidato tersebut dengan memotong durasi pidatonya. Pemotongan video tersebut menjadikan pidato tersebut seperti fokus pada penyinggungan ayat tersebut walaupun mengaburkan makna dan tujuan penyampaiannya. Kasus tersebut akhirnya membawa petahanan diadili di pengadilan. Tuntutan 1 tahun penjara menjadi tuntutan yang di bawa penuntut umum, akan tetapi Hakim menjatuhkan pidana 2 tahun. Inilah yang menjadi isu selanjutnya hingga saat ini sedang panas-panasnya. Jelas saja, vonis hakim lebih besar dari tuntutan merupakan sebuah polemik ultra petita. Akan tetapi putusan telah dijatuhkan dan petahanan harus menjalanin hukumannya atau melakukan banding.
Isu selanjutnya yang tak kalah panasnya adalah isu pribumi dan non pribumi. Isu ini muncul dikarenakan petahan merupakan seorang keturunan etnis Tionghoa. Penyebar isu berdalih bahwa seorang Tionghoa tidak boleh memimpin di Indonesia karena bukan merupakan pribumi Indonesia. Ada juga yang berdalih bahwa Ahok adalah antek Tiongkok yang akan menguasai Indonesia. Bahkan tidak kalah serunya ketika ada yang mengatakan Tiongkok akan menjajah Indonesia. Isu ini muncul dikarenakan adanya kecemburuan sosial terhadap mereka etnis Tionghoa. Kecemburuan tersebut muncul akibat banyaknya pengusaha keturunan Tionghoa yang sangat sukses.hampir di setiap sektor di Jakarta, pengusaha properti merupakan keturunan Tionghoa. Ini bukan bentuk penjajagan atau penguasaan tapi melainkan suatu keunggulan dari mereka. Kita tidak boleh protes karena orang lain lebih unggul. Hal ini sama saja kita protes karena orang lain juara tapi kita tidak pernah belajar. Harusnya kita belajar atau bersaing dengan mereka. Hal ini sejajar dengan peribahasa lama "Belajarlah sampai ke negeri China (Tiongkok)". Peribahasa itu tidak muncul begitu saja, tapi karena ada alaaannya.
Disamping itu kata pribumi dan non pribumi adalah produk politik buatan hinda-belanda untuk membeda-bedakan kita pada waktu penjajahan. Jadi apabila kita masih menggunakannya maka kita masih berpemikiran dijajah. Dan juga jika dilihat asal usul warga Indonesia banyak yang bukan berasal dari Indonesia asli. Seperti halnya orang Batak dan Toraja diperkirakan berasal dari Mongolia. Kebudayaan Betawi memiliki corak kemiripan dengan budaya Tionghoa dan masih banyak lagi. Sehingga untuk mengidentifikasi penduduk asli Indonesia akan sangat sulit jika melihat penduduk Indonesia sekarang.
Isu selanjutnya adalah isu PKI. Isu ini muncul dikarenakan ketakutan akan masa lampau saat terjadinya G30SPKI. PKI masih identik dengan sebuah paham yang ingin merubah Indonesia menjadi komunis. Tapi isu ini muncul dengan cara yang sangat mengherankan. Para penyebar isu ini sedikit aneh dalam memainkan isu PKI ini. Yaitu dengan mengatakan lambang BI sebagai cerminan lambang PKI, gambar gedung hotel Alexis memiliki tulisan PKI dan lambang perayaan PDIP mirip lambang PKI. Walaupun tidak sepanas isu diatas tapi isu PKI ini juga telah menjadi isu wajib yang muncul dalam pesta rakyat.
Itulah isu-isu yang muncul selama Pilkada DKI Jakarta. Berhasil atau tidaknya isu tersebut hasilnya telah keluar. Sekarang tinggal bagaimana kita mengawasi pilkada-pilkada dan bahkan Pemilu agar tidak mudah percaya dengan isu. Jadilah pemilih cerdas dengan melihat komitmennya sebagai pemimpin. Pilihan kita adalah masalah pribadi kitatidak perlu di tunjukkan atau bahkan jadi pembeda diantara kita.
Ingat! Tidak ada kata mayoritas minoritas, pribumi dan non pribumi. Yang ada kita Indonesia.

Salam Bhinneka Tunggal Ika.

No comments:

Post a Comment