I.
Perbedaan perlakuan terhadap wanita dan anak di
Indonesia.
Akses
perempuan dan anak terhadap keadilan di Indonesia masih sangat lemah. Sebagian
besar perempuan dan anak masih dihadapkan terhadap permasalahan gender ataupun
diskriminasi terhadap perempuan dan anak. Hal demikian bertolak belakang ketika
Undang-Undang Dasar Negara ini mengamanatkan didalamnya untuk adanya kesamaan
hukum terhadap semua warga negara, Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”
melihat rumusan dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa negara seharusnya atau
berkewajiban untuk menjamin terhadap seluruh Warga Negara Indonesia atas
kepastian hukum yang adil di hadapan hukum nasional yang kompeten dan badan
pemerintah yang memberikan perlindungan efektif dari setiap tindakan
diskriminasi terutama terhadap hak dan kewajiban untuk wanita dan anak.
Dari
berbagai analisis terhadap hukum Nampak bahwa hukum tidak netral dan tidak
objektif bahkan sejak dari perumusannya. Hukum adalah hasil tawar menawar dan
kompromi politik. Mereka yang memilki suara, capital, atau kekuasaan yang
paling besar adalah mereka yang suaranya direpresentasikan oleh hukum, hukum
bermuatan kepentingan, yaitu kepentingan dari kelompok yang berkuasa sehingga
ketika dalam perumusanya saja sudah tidak netral dan objektif maka bagaimana
dalam praktik yang menyebabkan tidak adanya objektifitas dari hukum yang menimbulkan
diskriminasi terutama terhadap perempaun dan anak.[1]
Prof.
Sulistyowati Irianto dalam bukunya “Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak”,
menjelaskan bahwa masih banyak kasus-kasus hukum yang mendiskriminasi hak-hak
dari Perempuan dan Anak di Indonesia, dalam bukunya Prof. Sulistyowati membagi
permasalahan utama terhadap wanita dan anak menjadi sepuluh pembahasan. Dalam
hal ini penulis hanya akan membahas dua contoh yang penulis kutip dari buku
tersebut. Pembahasan ini dapat memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan
atau diskriminasi terhadap perempuan dan anak di Indonesia.
Pertama, dalam
buku tersebut dijelaskan dalam tataran huku privat telah adanya diskriminasi
terhadap perempuan yaitu dalam Pasal 31 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan menjelaskan bahwa “Suami adalah kepala keluarga, istri adalah ibu
rumah tangga”, dalam interpretasi pasal tersebut berdasarkan perspektif feminis
menyatakan :
1.
Hanya pekerja laki-lai yang memiliki keluarga,
sedangkan perempuan tidak, Perempuan bekerja hanya sebagai pencari nafkah
tambahan.
2. Perempuan
hanyalah ibu rumah tangga, dan tidak dapat menjadi kepala rumah tangga.
Penjelasan
tersebut sangat merugikan perempuan dan Negara melalui peraturan hukumnya juga
tidak mengakomodir hak dan kewajiban perempuan, karena menganggap perempuan
sebelah mata dan menimbulkan diskriminasi terhadap kauw wanita.
Kedua, Anak
adalah kelompok rentan (vulnerable group) yang secara khusus diperhatikan oleh
Negara dan masyarakat. Perhatian dan kepedulian ini muncul dalam hukum nasional maupun
internasional yang mengatur hak-hak dasar anak (berbeda dan lebih khusus dari
hak asasi manusia)[2]
dan lebih jauh lagi mengatur perlindungan seperti apa yang harus diberikan
kepada anak yang berhadapan dengan atau khususnya yang berkonflik dengan hukum.
Di
Indonesia, berdasarkan Badan Pusat Statistik, factor yang menyebabkan
permasalahan terhadap anak di Indoneisa adalah kemiskinan dan faktor ketidakmampuan
orang tua telah menyebabkan banyak anak Indonesia yang menderita dan
perlu bantuan, namun dikarenakan permasalahan internal terhadap diri anak
timbul tindakan pidana yang dilakukan oleh anak, dalam hal ini sungguh
disayangkan ketika anak dihadapkan kepada proses peradilan pidana yang dapat
menimbulkan dampak jau dan mendalam baik secara pribadi maupun terhadap
kehidupan sosial dari anak pelaku tindak pidana. Oleh karena itu anak harus
diberikan perlindungan khusus oleh hukum dan Negara agar dampak dari peradilan
pidana terhadap anak tersebut dapat dikurangi sejauh mungkin.
II. Peran
apa yang dapat dilakukan oleh perempuan dan anak untuk memastikan
keberlangsungan hidup bangsa Indonesia
Salah satu salah satu sabda Rasulullah
mengatakan yaitu “Wanita itu tiang Negara, bila dia (wanita) baik, maka baiklah
negara itu. Tetapi bila wanita itu rusak maka rusaklah negara iti.” (H.R
Muslim).
Jika melihat sabda Rasulullah diatas sudah
sepatutnya seorang wanita sadar akan perannya dalam membangun dan memajukan
bangsa berpegang teguh pada sabda tersebut.
Akan tetapi peran perempuan dan anak di
Indonesia seperti tersingkirkan di zaman sekarang, padahal peran anak dan
perempuan juga cukup vital. Perempuan, sebagai ibu dari anak adalah kunci
keberlangsungan hidup bangsa Indonesia. Begitu juga dengan anak yang merupakan
generasi penerus bangsa. Tanpa anak dan perempuan keberlangsungan bangsa
Indonesia tidak bisa dipertahankan. Seorang ibu secara khusus bertugas membina
generasi bangsa ini yaitu anak yang nantinya sebagai penggerak kemana bangsa
Indonesia ini akan melaju. Sehingga tidak salah apabila dikatakan bahwa perempuan
merupakan tonggak/fondasi suatu bangsa. Disaat perempuan Indonesia tidak berada
pada tempat yang pas maka rubuhlah suatu bangunan/ negara.
III.
Apa
yang harus dilakukan untuk mewujudkannya?
Pada dasarnya yang harus dilakukan pertama
kali adalah dengan membiasakan diri untuk tidak melakukan diskriminasi dalam
hal apa pun terhadap perempuan dan anak. Akan tetapi pembebasan terhadap
perempuan dan anak dari diksriminasi ini tidak juga melupakan kodrat mereka
sebagai perempuan dan anak.
Pendidikan merupakan suatu jurus yang
ampuh untuk menghilangkan diskriminasi serta kekerasan terhadap perempuan dan
anak. Pendidikan yang baik serta tinggi pada perempuan dan anak mendorong
perempuan dan anak menjadi pihak yang cerdas sehingga jauh dari kekerasan dan
sewenang-wenangan.
Pendidikan yang tinggi tidak hanya
berpengaruh bagi perempuan dan anak saja. Laki-laki pada umumnya yang
berpendidikan cenderung tidak akan membeda-bedakan gender karena memiliki
wawasan yang luas.
Pendidikan sangatlah berpengaruh bagi
perempuan dan anak agar mereka mengetahui apa yang menjadi hak mereka sehingga
mereka jauh dari ketidak adilan. Hal ini sangat dapat kita lihat pada tindak
kekerasan yang sering terjadi terhadap perempuan dan anak dalam rumah tangga
diakibatkan kurangnya pengetahuan tentang apa itu hak mereka sebagai perempuan
dan anak sehingga mereka cenderung menjadi korban kekerasan.
Pendidikan yang tinggi bagi seorang
perempuan yang nantinya akan menjadi seorang ibu dianggap sebagai dasar sebuah
kemajuan. Nantinya anaknya akan dididik oleh seorang ibu yang berwawasan luas
sehingga anak yang menjadi penerus bangsa ini akan berwawasan luas juga.
Sehingga dapat dikatakan peningkatan
pendidikan yang merata tanpa melihat dia itu perempuan atau anak adalah cara
yang paling ampuh untuk memajukan bangsa Indonesia. Sebagaimana tertuang dalam
cita cita bung karno sang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia
menginginkan bahwa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa semua biaya pendidikan
menjadi tanggungan Negara, akan tetapi sampai saat ini pemerintah belum bisa
menanggung biaya pendidikan anak anak Indonesia secara gratis dari Sekolah
dasar sampai dengan perguruan tinggi. Cita cita bung Karno inilah yang harus diteruskan dan ditingkatkan. Karena
bung Karno tahu bahwa bangsa Indonesia akan maju apabila pendidikan merata dan
maju.
No comments:
Post a Comment