Friday, June 17, 2016

Perempuan dan Anak di Indonesia

I.                   Perbedaan perlakuan terhadap wanita dan anak di Indonesia.

            Akses perempuan dan anak terhadap keadilan di Indonesia masih sangat lemah. Sebagian besar perempuan dan anak masih dihadapkan terhadap permasalahan gender ataupun diskriminasi terhadap perempuan dan anak. Hal demikian bertolak belakang ketika Undang-Undang Dasar Negara ini mengamanatkan didalamnya untuk adanya kesamaan hukum terhadap semua warga negara, Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” melihat rumusan dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa negara seharusnya atau berkewajiban untuk menjamin terhadap seluruh Warga Negara Indonesia atas kepastian hukum yang adil di hadapan hukum nasional yang kompeten dan badan pemerintah yang memberikan perlindungan efektif dari setiap tindakan diskriminasi terutama terhadap hak dan kewajiban untuk wanita dan anak.
            Dari berbagai analisis terhadap hukum Nampak bahwa hukum tidak netral dan tidak objektif bahkan sejak dari perumusannya. Hukum adalah hasil tawar menawar dan kompromi politik. Mereka yang memilki suara, capital, atau kekuasaan yang paling besar adalah mereka yang suaranya direpresentasikan oleh hukum, hukum bermuatan kepentingan, yaitu kepentingan dari kelompok yang berkuasa sehingga ketika dalam perumusanya saja sudah tidak netral dan objektif maka bagaimana dalam praktik yang menyebabkan tidak adanya objektifitas dari hukum yang menimbulkan diskriminasi terutama terhadap perempaun dan anak.[1]
            Prof. Sulistyowati Irianto dalam bukunya “Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak”, menjelaskan bahwa masih banyak kasus-kasus hukum yang mendiskriminasi hak-hak dari Perempuan dan Anak di Indonesia, dalam bukunya Prof. Sulistyowati membagi permasalahan utama terhadap wanita dan anak menjadi sepuluh pembahasan. Dalam hal ini penulis hanya akan membahas dua contoh yang penulis kutip dari buku tersebut. Pembahasan ini dapat memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap perempuan dan anak di Indonesia.
            Pertama, dalam buku tersebut dijelaskan dalam tataran huku privat telah adanya diskriminasi terhadap perempuan yaitu dalam Pasal 31 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa “Suami adalah kepala keluarga, istri adalah ibu rumah tangga”, dalam interpretasi pasal tersebut berdasarkan perspektif feminis menyatakan :
1.      Hanya pekerja laki-lai yang memiliki keluarga, sedangkan perempuan tidak, Perempuan bekerja hanya sebagai pencari nafkah tambahan.
2.      Perempuan hanyalah ibu rumah tangga, dan tidak dapat menjadi kepala rumah tangga.
            Penjelasan tersebut sangat merugikan perempuan dan Negara melalui peraturan hukumnya juga tidak mengakomodir hak dan kewajiban perempuan, karena menganggap perempuan sebelah mata dan menimbulkan diskriminasi terhadap kauw wanita.
            Kedua, Anak adalah kelompok rentan (vulnerable group) yang secara khusus diperhatikan oleh Negara dan masyarakat. Perhatian dan kepedulian ini  muncul dalam hukum nasional maupun internasional yang mengatur hak-hak dasar anak (berbeda dan lebih khusus dari hak asasi manusia)[2] dan lebih jauh lagi mengatur perlindungan seperti apa yang harus diberikan kepada anak yang berhadapan dengan atau khususnya yang berkonflik dengan hukum.
            Di Indonesia, berdasarkan Badan Pusat Statistik, factor yang menyebabkan permasalahan terhadap anak di Indoneisa adalah kemiskinan dan faktor ketidakmampuan orang tua telah menyebabkan banyak  anak Indonesia yang menderita dan perlu bantuan, namun dikarenakan permasalahan internal terhadap diri anak timbul tindakan pidana yang dilakukan oleh anak, dalam hal ini sungguh disayangkan ketika anak dihadapkan kepada proses peradilan pidana yang dapat menimbulkan dampak jau dan mendalam baik secara pribadi maupun terhadap kehidupan sosial dari anak pelaku tindak pidana. Oleh karena itu anak harus diberikan perlindungan khusus oleh hukum dan Negara agar dampak dari peradilan pidana terhadap anak tersebut dapat dikurangi sejauh mungkin.


II.     Peran apa yang dapat dilakukan oleh perempuan dan anak untuk memastikan keberlangsungan hidup bangsa Indonesia

Salah satu salah satu sabda Rasulullah mengatakan yaitu “Wanita itu tiang Negara, bila dia (wanita) baik, maka baiklah negara itu. Tetapi bila wanita itu rusak maka rusaklah negara iti.” (H.R Muslim).
Jika melihat sabda Rasulullah diatas sudah sepatutnya seorang wanita sadar akan perannya dalam membangun dan memajukan bangsa berpegang teguh pada sabda tersebut.
Akan tetapi peran perempuan dan anak di Indonesia seperti tersingkirkan di zaman sekarang, padahal peran anak dan perempuan juga cukup vital. Perempuan, sebagai ibu dari anak adalah kunci keberlangsungan hidup bangsa Indonesia. Begitu juga dengan anak yang merupakan generasi penerus bangsa. Tanpa anak dan perempuan keberlangsungan bangsa Indonesia tidak bisa dipertahankan. Seorang ibu secara khusus bertugas membina generasi bangsa ini yaitu anak yang nantinya sebagai penggerak kemana bangsa Indonesia ini akan melaju. Sehingga tidak salah apabila dikatakan bahwa perempuan merupakan tonggak/fondasi suatu bangsa. Disaat perempuan Indonesia tidak berada pada tempat yang pas maka rubuhlah suatu bangunan/ negara.

III.             Apa yang harus dilakukan untuk mewujudkannya?

Pada dasarnya yang harus dilakukan pertama kali adalah dengan membiasakan diri untuk tidak melakukan diskriminasi dalam hal apa pun terhadap perempuan dan anak. Akan tetapi pembebasan terhadap perempuan dan anak dari diksriminasi ini tidak juga melupakan kodrat mereka sebagai perempuan dan anak.
Pendidikan merupakan suatu jurus yang ampuh untuk menghilangkan diskriminasi serta kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pendidikan yang baik serta tinggi pada perempuan dan anak mendorong perempuan dan anak menjadi pihak yang cerdas sehingga jauh dari kekerasan dan sewenang-wenangan.
Pendidikan yang tinggi tidak hanya berpengaruh bagi perempuan dan anak saja. Laki-laki pada umumnya yang berpendidikan cenderung tidak akan membeda-bedakan gender karena memiliki wawasan yang luas.
Pendidikan sangatlah berpengaruh bagi perempuan dan anak agar mereka mengetahui apa yang menjadi hak mereka sehingga mereka jauh dari ketidak adilan. Hal ini sangat dapat kita lihat pada tindak kekerasan yang sering terjadi terhadap perempuan dan anak dalam rumah tangga diakibatkan kurangnya pengetahuan tentang apa itu hak mereka sebagai perempuan dan anak sehingga mereka cenderung menjadi korban kekerasan.
Pendidikan yang tinggi bagi seorang perempuan yang nantinya akan menjadi seorang ibu dianggap sebagai dasar sebuah kemajuan. Nantinya anaknya akan dididik oleh seorang ibu yang berwawasan luas sehingga anak yang menjadi penerus bangsa ini akan berwawasan luas juga.
Sehingga dapat dikatakan peningkatan pendidikan yang merata tanpa melihat dia itu perempuan atau anak adalah cara yang paling ampuh untuk memajukan bangsa Indonesia. Sebagaimana tertuang dalam cita cita bung karno sang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia menginginkan bahwa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa semua biaya pendidikan menjadi tanggungan Negara, akan tetapi sampai saat ini pemerintah belum bisa menanggung biaya pendidikan anak anak Indonesia secara gratis dari Sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Cita cita bung Karno inilah yang harus diteruskan dan ditingkatkan. Karena bung Karno tahu bahwa bangsa Indonesia akan maju apabila pendidikan merata dan maju.



[1] Prof. Sulistyowati Irianto, Hukum Perllindungan Perempuan dan Anak, hal. 48

[2] Universal Declaration of Human Rights, ICCPR dan ICSER. Ketiga dokumen ini  memuat hak-hak dasar manusia secaraumum.

No comments:

Post a Comment