BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Negara
Indonesia yang dicap dunia sebagai negara Agraris telah menjadikan Indonesia
sebagai negara penghasil Sumber Daya Alam khusus bidang pertanian yang bisa
dibilang sangat besar. Pertanian di Indonesia dapat dikatakan sebagai sector
primer penyumbang perekomian di Indonesia. Akan tetap sebagai negara Agraris,
Indonesia masih harus mengekspor kebutuhan pokok seperti Beras, Kedelai dan
lainnya dari negara lain seperti Vietnam, Kamboja dan Myanmar. Lahan Indonesia
yang terkenal luas dan sangat subur tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk
sector pertanian. Sektor pertanian saat ini telah menjadi sector “anak tiri” di
Indonesia . yang mana bidang ini mulai ditinggalkan dan tidak diminati oleh
orang saat ini. Banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah dari era Soekarno
hingga era Jokowi saat ini. Kemandirian Pangan menjadi tujuan utama kebijakan-kebijakan
yang mereka tetapkan.Akan tetapi perjalanan pembangunan pertanian Indonesia
hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat
dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional.
Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan
pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan
pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi Sumber
Daya Alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang
cukup besar, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk
Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam
penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi
pertanian Indonesia yang besar namun pada kenyataannya sampai saat ini sebagian
besar dari petani kita masih banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini
mengindikasikan bahwa bukan saja kurangnya memberdayakan petani tetapi juga
terhadap sektor pertanian secara keseluruhan itu sendiri.Pemenuhan pangan suatu
negara bukanlah suatu masalah dalam negara itu saja tapi juga seluruh dunia.” hak atas pangan merupakan bagian
yang tidak
terpisahkan dari hak azasi manusia tercantum dalam Deklarasi Universal
tentang
Hak Azasi Manusia[1].
Itu sebabnya diberbagai negara termasuk Indonesia masalah ketahanan pangan
menjadi masalah utama yang harus segera diselesaikan.
1.2 Maksud
dan tujuan penulisan
Makalah
ini selain untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah PSDA adalah:
1.
Untuk mengetahui perkembangan
kebijakan-kebijakan di bidang Pertanian dari masa ke masa
2.
Membuka permasalahan apa yang membuat
pertanian di Indonesia tidak berkembang
3.
Memberikan
solusi dan saran atas kebijakan termasuk kritik atas kebijakan di bidang
pertanian
BAB II
POKOK PERMASALAHAN
Berdasarkan
latar belakang penulisan makalah di atas, maka penulis merumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut:
1.
Pengaruh pemimpin terhadap kebijakan
Pertanian di Indonesia
2.
Kendala menuju kemandirian pangan
BAB III
ISI
3.1Perkembangan Kebijakan Pertanian/Pangan dari masa ke masa
a.
Presiden
Soekarno
Pada masa
kepemimpinan bapak presiden pertama Republik Indonesia yaitu Presiden Soekarno
dimulai pembangunan dibidang pertanian dengan menasionalisasi semua sektor
pertanian yang dulunya milik Hindia Belanda hingga menjadi milik Indonesia. Dan
kebijakan dan tindakan beliau yang paling terkenal di bidang pertanian adalah
Pidato nya saat hendak mendirikan Fakultet Pertanian Universitas Indonesia
(IPB) di Bogor. Bahkan beliau dalam pidato peresmian dan pembukaan Fakultas
Pertanian ini beliau memberi judul
“Hidup atau mati“ .[2]
Dalam pidatonya ini juga ini juga bagaimana Presiden Soekarno membahas
perhitungan dari kebutuhan pangan, ketersediaan pangan, tingkat pertambahan
penduduk, iklim indonesia serta perekonomian negara akibat pertanian. Beliau
meyakinkan seluruh pemuda-pemudi SMA pada saat itu untuk masuk fakultas
Pertanian UI di Bogor sebagai cara untuk mengatasi ketergantungan Indonesia
atas Import beras yang dilakukan Indonesia terus menerus. Inilah yang
menjadikan Soekarno terdepan diantara semua presiden di Indonesia dalam
menganalisis situasi sosial ekonomi petani. Marhaenisme yang diperkenalkan
tidak lepas dari sosok petani yang hidup dengan kesederhanaan dan berbagai keterbatasan namun masih bisa
bertahan hidup. Saat Soekarno kecil hidupnya dikelilingi situasi kemiskinan
petani sebagai akibat politik kaum penjajah yang tidak adil.
Tentu sebagai
manusia yang terdidik di zamannya, nurani Soekarno muda yang begitu mencintai
bangsanya mendorong kepribadiannya untuk berusaha melawan perilaku jahat
kolonialisme dan imperialisme. Soekarno tahu betul bahwa pertanian adalah mata
pencaharian utama bangsa Indonesia, tapi justru nasib petani jauh dari situasi
kesejahteraan. Yang terjadi adalah semakin merosotnya
derajat sosial petani Indonesia dibandingkan profesi lainnya. Pada satu pidato
yang sangat terkenal di IPB, Soekarno menegaskan bahwa pangan itu hidup matinya
sebuah bangsa, dan petani adalah tulang punggung utama pangan Indonesia
sehingga sebenarnya petani itu sokoguru bangsa Indonesia.Sejarah membuktikan
bahwa bangsa-bangsa yang maju memberikan kedaulatan pangan sebagai prioritas
utama. Mengingat sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia, tindakan untuk meninggalkan pertanian sebagai sektor
strategis adalah tindakan mengubur lubang bagi bangsanya sendiri. Thailand,
Vietnam dan India bisa menjadi contoh bahwa ketika mereka menjadikan pertanian
sebagai sumber kekuatan ekonomi rakyatnya, maka hari ini bangsa-bangsa tersebut
bisa duduk setara dan
disegani oleh
bangsa-bangsa lainnya.
Semangat
Soekarno yang menyala-nyala untuk menjadikan petani terlepas dari berbagai belenggu kemiskinan
harus menjadi PR bersama seluruh elemen bangsa. Amanat pancasila sila ke-5 dan
UUD 1945 pasal 33 sudah begitu jelas,
bahwa pertanian yang adil menjadi kebutuhan utama untuk mengatasi situasi yang
berkembang hari ini.
Soekarno dan Landreform
Soekarno
memahami, bahwa membangun ekonomi bangsa harus dimulai dari menata struktur
penguasaan tanah khususnya lahan pertanian. Selama periode transisi 45-60,
politik agraria kita masih menggunakan dasar hukum Belanda dan sebagian tata
cara pengelolaan tanah pertanian dan perkebunan ala Jepang. Pola penguasaan
tanah belum diatur dalam undang-undang. Dalam kondisi seperti ini, pemilikan,
penguasaan, dan pemanfaatan tanah tidak
berada dalam strategi pembangunan ekonomi nasional, tetapi lebih bersifat
temporer dan reaktif.
Memang
di masa 1945 sampai diberlakukannya UUPA 24 September 1960, sempat juga
dilahirkan beberapa UU yang mengatur soal-soal pertanahan seperti penghapusan
tanah partikelir dan desa perdikan.UUPA 1960, pada prinsipnya berisi lima hal,
yaitu :
1. Sesuai
dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945
2. Negara
membatasi luas maksimal pemilikan tanah untuk menghindari tumbuhnya tuan tanah yang menghisap tenaga
kerja petani melalui system sewa dan gadai
3. Negara
mempunyai wewenang untuk mengeluarkan sertifikat atas tanah bagi warga Negara
Indonesia tanpa membedakan jenis kelamin dan berdasarkan prinsip nasionalitas
4. Tanah
harus dikerjakan sendiri secara aktif dan melarang pemilikan tanah pertanian
yang tidak dikerjakan sendiri karena akan menimbulkan tanah terlantar atau
meluaskan relasi buruh tani dan pemilik tanah yang cenderung memeras.
5. Negara
memberi bukti kepemilikan hak atas tanah untuk member i kepastian hukum kepada
petani pemilik tanah
UUPA ingin
melakukan pembaharuan agraria
yang dapat memberikan kemakmuran kepada
rakyat Indonesia yang
sebagian besar kehidupannya tergantung kepada sector
agraris.
Tujuan dari
diadakannya pembaharuan agraria, antara lain :
·
Untuk
membagi secara adil
sumber penghidupan petani
dengan merombak struktur pertanahan secara revolusioner
·
Untuk melaksanakan prinsip tanah untuk
pertanian agar tidak terjadi lagi tanah sebagai objek spekulatif dan obyek
pemerasan
·
Untuk memperkuat dan memperluas hak
milik atas tanah baik setiap WNI yang bersifat social
·
Untuk mengakhiri system tuan tanah dan
menghapuskan pemilikan dan
penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak
terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimal dan minimal untuk tiap
keluarga
·
Untuk
mempertinggi produksi dan mendorong pertanian intensif secara
gotong-royong
dalam bentuk koperasi dan bentuk lainnya, untuk mencapai
kesejahteraan yang merata dan adil dibarengi dengan
system perkreditan
yang
khusus ditujukan kepada golongan tani
Upaya yang
dilakukan berdasarkan UUPA untuk menata struktur agraria, yaitu:
·
Menata
pola hubungan penguasaan tanah antara petani pemilik dan buruh
tani atau
penggarapnya, di berlakukannya UUPBH (UU Perjanjian Hasil Bagi)
·
Membatasi
luas pemilikan tanah oleh sebuah keluarga
·
Meredistribusikan
tanah Negara kepada petani yang memerlukan atau sebelumnya menggarap tanah
tersebut
Land reform di masa Soekarno
dijalankan melalui ”Paket UU Landreform” seperti UUPA, UU Pokok Bagi Hasil. UU
Penetapan Batas Maksimum Tanah Pertanian. Dalam operasionalisasinya digunakan
PP 224/1961 tentang Pelaksanaan Distribusi dan Ganti Rugi Tanah, PP No.10/1961 tentang
Pendaftaran Tanah, UU No.21/1964 Pengadilan Landreform. Menurut
penulis, secara mudah operasionalisasi dari UU dan peraturan-peraturan tersebut
adalah:
Pertama, untuk
membatasi kepemilikan tanah pertanian oleh para tuan tanah, maka dilakukan
pembatasan luas maksimum yang diperbolehkan petani untuk dimiliki.
Kedua,
Diberlakukan penentuan bagi hasil pertanian yang menguntungkan bagi penggarap,
sehingga para pemilik tanah yang tidak menggarapnya secara langsung terdorong
untuk menjual tanahnya melalui kebijakan ini. Penentuan Bagi Hasil pertanian
ini juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan harga tanah yang
diambil oleh pemerintah dari para pemilik tanah lama.
Ketiga, untuk
mencari tanah objek land reform di berbagai wilayah khususnya desa-desa,
dilakukan pendaftaran atau registrasi tanah oleh pemerintah desa dan organisasi
petani. Sehingga melalui proses pendaftaran ini ditemukan tanah guntai, tanah
kelebihan maksimum dan tanah negara bebas lainnya untuk dijadikan objek land
reform.
Keempat, dibentuk
Panitia Land Reform yang melibatkan unsur pemerintah dan organisasi petani
mulai dari tingkat nasional hingga tingkat desa. Panitia ini yang melaksanakan
land reform khususnya menentukan objek, subjek dan mekanisme redistribusi.
Terakhir,
meskipun terlambat disahkan, Jika terjadi konflik dalam pelaksanaan land reform
apakah itu soal penentuan objek, subjek, mekanisme redistribusi dan keluhan
lainnya diselesaikan melalui pengadilan landreform.
b.
Presiden Soeharto
“Peningkatan
produksi pangan bertudjuan agar Indonesia dalam waktu lima tahun jang akan
datang tidak usah meng- impor beras lagi . Tudjuan lain ialah memperbaiki mutu
gizi pola konsumsi manusia Indonesia melalui peningkatan produksi pangan jang
mengandung protein chewani dan nabati, terutama ikan dan katjang-katjangan.
Akibat positif dari peningkatan produksi beras ialah bahwa lambat-laun tidak
perlu lagi mengimpor pangan, sehingga dengan demikian devisa jang langka itu
dapat digunakan untuk mengimpor barang modal dan bahan baku jang diperlukan
untuk pembangunan sektor-sektor lain, terutama sektor indus-tri. Selandjutnja,
peningkatan produksi pangan akan meningkat-kan pendapatan petani-petani pangan.
Ini akan meningkatkan taraf penghidupan para petani jang telah sekian lamanja
hidup dalam serba kesengsaraan dan kemiskinan.”[3]
Berakhirnya
masa orde lama serta dimulainya orde baru dengan pemimpin yang berbeda yaitu
Jenderal Soeharto. Berbeda presiden berbeda kebijakan yang terjadi. Pada masa
kepemimpinan Soeharto, beliau menjadikan Pertanian dan Pembangunan sebagai
tugas utama di kepemimpinannya. Hal ini dapat dilihat dengan program REPELITA (Rencana
Pembangunan Lima Tahun). Repelita sendiri ada 6 periode yaitu repelita 1 hingga
repelita 6. Pembangunan sektor pertanian ini merupakan wujud dari Revolusi
Agraria di Indonesia yang ditempuh melalui empat langkah, yaitu:
·
intensifikasi,
·
ekstensifikasi,
·
diversifikasi,
dan
·
rehabilitasi
pertanian.
Beras sendiri, seperti sudah
disebutkan tadi, menjadi komoditas yang menjadi fokus utama di Pelita I. Berbagai
upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi beras, antara lain melalui
pembuatan dan perbaikan sarana irigasi di berbagai daerah persawahan, pemberian
modal bagi masyarakat petani, penelitian dan penggunaan bibit unggul, serta
modernisasi pertanian melalui teknologi.
Pada masa kepemimpinan Soeharto
tepatnya pada Repelita IV yang dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1984 – 31
Maret 1989. Yang mana Repelita IV berhasil mencapai target swasembada pangan.
Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton.
Hasilnya Indonesia berhasil swasembada beras. Kesuksesan ini mendapatkan
penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985.
hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia.
Pencapaian inilah yang selalu
dibanggakan oleh kepemimpinan soeharto hingga saat ini. Pencapaian yang sangat
luar biasa diagung-agungkan tanpa melihat cara yang dilakukan oleh pemerintahan
untuk mencapai hal tersebut.
c. Presiden Habibie
Pada masa kepemimpinan presiden Habibie
yang hanya menyisakan kurang dari setahun. Beliau lebih fokus dalam
mengembalikan perekonomian serta keamanan negara pasca kerusuhan 98. Sehingga
kebijakan pertanian yang dia lakukan adalah melanjutkan kebijakan masa Soeharto
yaitu Repelita VI.
d.
Presiden Abdurrahman Wahid
Pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid
pada bidang pertanian beliau tidak terlalu memfokuskan bidang pertanian karena
beliau lebih fokus bidang pemersatuan negara Republik Indonesia. Karena pada
saat itu, negara Republik Indonesia banyak mengalami masalah separatisme. Akan
tetapi di bidang pertanian ada satu kebijakan yang paling di ingat dari masa
kepemimpinannya yaitu dimana beliau melanjutkan kembali sejumlah poin
kesepakatan yang harus dipenuhi oleh pemerintah Indonesia yang tertuang di
dalam LoI dengan IMF. Melalui Undang-Undang No 23 Tahun 1999, dilakukan
penghapusan fasilitas pemberikan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang
selama ini melekat pada Bulog. KLBI merupakan fasilitas finansial yang
diberikan kepada Bulog untuk membeli kelebihan produksi beras yang dihasilkan
oleh petani. Praktis dengan begitu, Indonesia tidak lagi memiliki payung hukum
yang jelas mengenai keberadaan kelembagaan lumbung pangan nasional.Ini
merupakan salah satu kebijakan kontroversial dari Beliau, yang mana kebijakan
ini danggap telah mematikan sektor petani lokal.
e.
Presiden Megawati Soekarnoputri
Menjabatnya Presiden wanita pertama
Indonesia ini setelah melengserkan Presiden Abdurrahman Wahid di puncak
kepemimpinan dikarenakan tindakan kontroversial yang dilakukan oleh Gus Dur.
Pada masa kepemimpinan Megawati
peran Bulog mulai dihidupkan secara perlahan olehnya melalui Peraturan
Pemerintah No 7 Tahun 2003. Dimana pemerintah nampaknya sedikit berhati-hati
menetapkan status Bulog agar tidak melanggar ketentuan yang digariskan melalui
LoI 1998. Melalui peraturan pemerintah tersebut, untuk pertama Bulog
ditempatkan sebagai lembaga logistik dengan misi ganda, yaitu misi publik
(Public Service Obligation) dan misi komersial atau misi mencari keuntungan.
Untuk misi PSO, Bulog diarahkan menjadi pemasok tunggal bagi program beras
miskin (raskin) yang diharapkan mampu mempengaruhi harga beras (stabilisasi).
Melalui peraturan pemerintah itu pula Bulog ditetapkan status kelembagaannya
dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) menjadi Perusahaan Umum yang
berada di bawah naungan Kementrian BUMN.
Presiden
Megawati juga melakukan perubahan kebijakan harga dasar yang diganti dengan
kebijakan harga pembelian pemerintah (procurement price). Ketetapan tersebut
dilaksanakan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No 9 Tahun 2002 tentang
Penetapan Kebijakan Perberasan. Secara konsepsional, harga pembelian pemerintah
tidak sama dengan harga dasar (floor price). Konsep harga pembelian berpedoman
pada target kuantitas, yaitu pembelian sejumlah tertentu pada harga tersebut.
Pengaruh terhadap keseimbangan harga di pasar tidak menjadi prioritas. Konsep
tersebut tidak selalu berpihak pada kepentingan petani, bahkan secara
konseptual pula tidak bisa menjamin harga ideal yang dikehendaki oleh para
petani. Pemerintah agaknya hanya mencoba menggerakkan kembali peran Bulog agar
lebih mampu untuk memfungsikan secara kelembagaan untuk melakukan stabilisasi
harga. Sekalipun demikian, stabilisasi harga tersebut seringkali hanya bersifat
sementara, serta tidak mampu menahan kerentanan terhadap gejolak harga yang
bersumber dari luar (impor beras).
f. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden
ini dikenal dengan proyek subsidinya, semua hal disubsidikan oleh beliau tidak
terkecuali pertanian. Subsidi itu pada input-input penting, seperti pupuk, bibit,
bunga kredit, dan penyuluhan. Kebijakan subsidi sebelumnya hanya dikenakan
untuk subsidi pupuk. Sayangnya, kebijakan yang mungkin bisa disebut sebagai
terobosan dalam kebijakan pertanian di Indonesia tidak banyak membantu untuk
melindungi petani. Biaya oportunitas untuk mengelola lahan pertanian menjadi
semakin mahal, akibat regulasi di bidang agraria yang kurang menguntungkan
petani. Sekalipun biaya input seperti pupuk dan bibit bisa ditekan, tetapi biaya-biaya
input yang lebih besar tidak dapat dibendung dengan hanya bertahan dengan mata
pencaharian sebagai petani. Akibatnya, jumlah petani dan sumber daya manusia di
sektor pertanian di pedesaan terus menyusut setiap tahunnya.
Program
'Revitalisasi Pertanian' yang dibawa oleh Presiden Yudhoyono sebenarnya
berupaya untuk mendongkrak produksi padi dengan melibatkan peran dari swasta.
Program ini pun terbuka bagi pemodal asing untuk mengambil bagian dalam
mendirikan farm industry. Program ini sudah berjalan dari sejak tahun 2007 yang
pengembangannya difokuskan di Kawasan Timur Indonesia (KTI).[4]
Sayangnya, program revitalisasi pertanian tersebut tidak banyak menyentuh
potensi besar dari keberagaman tanaman pangan melalui pemberdayaan tanaman
pangan lokal. Kerja sama yang dijalin bersama pusat penelitian pangan di
Xinchua (China) pun hanya membawa bibit-bibit beras yang diharapkan bisa cocok
dibudidayakan di Indonesia. Pada akhirnya, rencana swasembada beras di tahun
2014 nanti pun tidak akan mampu menyelesaikan ketergantungan pangan utama
bangsa Indonesia terhadap beras. Sehingga target yang ditetapkan oleh SBY yaitu
swasembada pangan 2014 tidak pernah tercapai.
g. Presiden Jokowi
Masa
kepemimpinan Presiden Jokowi yang masih kurang dari 2 tahun masih belum memberi
dampak terhadap ketahanan pangan serta peningkatan produktifitas pertanian di
Indonesia. Akan tetapi perencanaan beliau dengan tujuan mencapai kemandirian
pangan yang tidak hanya sekadar ketahanan pangan yang di terapkan pemimpin
sebelumnya. Kemandirian pangan yang dibawa oleh beliau apabila
berjalan dengan baik akan sangat baik.
3.2Kondisi
Ketahanan Pangan di Indonesia
Program ketahanan pangan telah
dilakukan sejak zaman Presiden Soekarno dengan Program Berdikari, begitu pula
zaman Presiden Soeharto dikenal dengan Program Swasembada Pangan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa ada usaha yang cukup berperan dalam meningkatkan upaya
ketahanan pangan di Indonesia. Indonesia sempat dikenal sebagai negara dunia
ketiga yang sukses dalam swasembada pangan, dan bahkan pernah mendapatkan
penghargaan dari FAO. Di penghujung tahun 1980-an, Bank Dunia memuji
keberhasilan Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan yang patut menjadi
contoh bagi negara-negara sedang berkembang.[5]Namun
prestasi ini tidak berlangsung lama dapat dipertahankan.
Kondisi saat ini, pemenuhan pangan
sebagai hak dasar masih merupakan salah satu permasalahan mendasar dari permasalahan
kemiskinan di Indonesia. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009
menggambarkan masih terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, yaitu belum terpenuhinya
pangan yang layak dan memenuhi syarat gizi bagi masyarakat miskin, rendahnya
kemampuan daya beli, masih rentannya stabilitas ketersediaan pangan secara
merata dan harga yang terjangkau, masih ketergantungan yang tinggi terhadap
makanan pokok beras, kurangnya diversifikasi pangan, belum efisiensiennya
proses produksi pangan serta rendahnya harga jual yang diterima petani, masih
ketergantungan terhadap import pangan.
3.3Kendala Mewujudkan Ketahanan Pangan
Kondisi
sekarang pembangunan pertanian khususnya pangan di Indonesia saat ini
terkendala pada kondisi sumber daya manusia yang mau bergerak dan mencintai
pertanian lagi, dari kondisi yang ada saat ini maka kegiatan-kegiatan
pengembangan pertanian harus kita dukung dengan upaya-upaya yang sangat
signifikan bisa mengungkit produksi, salah satunya bahwa kita harus swasembada
pangan dalam 3 tahun ke depan (Padi, Jagung , Kedelai) kemudian ditambah lagi
beberapa komoditas cabai, bawang, dan holtikultura lainnya serta termasuk juga
daging dan tepung. Kondisi ini tentunya membutuhkan perhatian kita semua salah
satu yang dihadapi saat ini adalah terbatasnya tenaga kerja, yang kedua semakin
berkurangnya minat generasi muda untuk turun kedunia pertanian. Solusi dari
Kementrian Pertanian yang pertama adalah bagaimana menumbuhkan minat generasi
muda kembali kepada dunia pertanian, tentunya pertanian juga harus bisa
mengikuti trend atau perkembangan dunia pertanian di negara-negara maju.
Ketiga, perhatian pemerintah terhadap sector pertanian kerap kali menjadi anak
tiri dibandingkan dengan sector-sektor yang lebih besar seperti pertambangan
dll.
Keempat, Pemerintah yang cenderung
merasa lebih aman apabila kita mengimport hasil pertanian dari luar negeri
karena lebih murah dan lebih gampang.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Indonesia
telah dipimpin oleh 7 presiden yang berbeda dengan gaya kepemimpinan yang
berbeda pula. Perbedaan gaya kepemimpinan telah mempengaruhi kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemimpin tersebut terkait pertanian dan ketahanan pangan. Jika
dilihat dan ditelusuri tanpa bermaksud menyederhanakan, terdapat dua buah blok
besar kebijakan agraria nasional selama 70 tahun Indonesia merdeka. Pertama,
kebijakan agraria (neo) populis yang dimulai semenjak disahkannya UUPA 1960
hingga dipenghujung kekuasaan rezim Soekarno. Kedua, kebijakan agrariapro-pasar
(kapitalisme) semasa pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga seluruh pemerintahan
di masa reformasi.Memang, semua presiden di negara kita secara formal
sesungguhnya menggunakan UUPA 1960 sebagai payung pelaksanaan hukum agraria
nasional. Namun dengan pendulum yang sama sekali berlainan. Soekarno di sisi
kiri dan Seoaharto dan penerusnya di sisi kanan. Pilihan-pilihan ini memberi
gambaran kepada kita semua, bahwa dasar ekonomi politik nasional yang secara
sadar dipilih oleh pemerintah yang berkuasa menentukan model rezim agraria yang
berlaku. Kebijakan mengenai
hal ini juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan partai politik yang berkuasa. Semua
hal kebijakan sarat dengan kepentingan masing-masing pihak. Dengan swasembada
pangan atau kemandirian pangan maka akan ada pihak-pihak yang dirugikan yaitu
pengusaha import beras. Ini lah yang selalu menjadi perhatian para pengambil
kebijakan.
4.2 Saran
Sebaiknya siapa pun pemimpinnya tanpa memandang apapun
partainya lebih mementingkan kepentingan daripada rakyat. Apa yang membuat
rakyat sejahtera itulah yang dilakukan. Sejatinya segala peraturan yang telah
dibuat sudah sangat baik apabila dilaksanakan dengan baik juga. Tinggal
bagaimana pelaksana melakukan segala ketentuan yang telah dibuat tersebut. Jika
melihat segala kebijakan yang dikeluarkan oleh para pemimpin bangsa ini dari
masa ke masa sebaiknya dijadikan pembelajaran agar tidak mengulangi kesalahan
yang sama lagi kemudian hari. Yang mana kesalahan itu akan diulang terus
menerus oleh pemimpin yang berkuasa sehingga Indonesia tidak akan pernah
melangkah menuju negara yang mandiri.
[1]
Universal Declaration of Human Right
[2] Almanak
Pertanian 1953 hal: 11 – 20; di-EYD-kan oleh Winarso D Widodo
[3]
Buku Pedoman Repelita
[4] Penyediaan/perbaikan
infrastruktur termasuk sistem perbenihan/perbibitan dan riset, Penguatan
kelembagaan, Perbaikan sistem penyuluhan, Penanganan pembiayaan pertanian
terutama upaya untuk memobilisasi dana masyarakat di Perbankan dan Fasilitasi
pemasaran hasil pertanian
[5]
World Bank,1990
No comments:
Post a Comment