Friday, October 14, 2016

Kata-kata Ahok tentang Al-Maidah adalah sebuah kelancangan, tapi ...


Salam Indonesia Raya..
Menghadapi kisruh yang terjadi seputar Ahok dan surat Al-Maidah yang sedang panas di Indonesia saat ini, saya berkeinginan untuk sedikit mengulik mengenai kisruh ini. Tapi sebelum kita masuk kedalam itu sebaiknya kita mengetahui hal ini lebih dahulu.

Indonesia sebagai negara yang berada dijalur perdagangan internasional sejak jaman dahulu hingga sekarang telah menimbulkan sebuah pertemuan budaya yang sangat kaya di Nusantara. Bukan hanya budaya yang berbeda yang dibawa oleh para pedagang jaman dahulu, agama juga tidak lepas dibawa oleh para pedagang yang datang ke Indonesia. Akhirnya pada saat ini ada sekitar 1.340 suku di Indonesia dan 6 agama yang diakui (resmi) dan puluhan kepercayaan setempat lainnya. 
Tidak ada yang meragukan ke majemukan negara Indonesia. Tapi apakah Indonesia mampu menjadikan kemajemukan itu sebagai senjata atau keuntungan? Ternyata kemajemukan Indonesia masih sering terkena goncangan dan gesekan dimana-mana. Gesekan antar suku masih sering terjadi khususnya di daerah yang masih kuat dengan adatnya seperti Papua dan Kalimantan. Tapi gesekan antar suku tak sebesar gesekan atau goncangan yang terjadi dengan kemajemukan di bidang agama di Indonesia.
Pada dasarnya goncangan yang terjadi adalah akibat beberapa kepentingan politis bukanlah akibat perbedaan keyakinan dan ajaran. Inilah yang mewarnai kemajemukan agama di Indonesia. Saat agama dijadikan sebuah senjata politis yang dapat digunakan untuk menjatuhkan satu dengan yang lain. Agama juga sering dijadikan tameng untuk berbuat anarkis seolah agama membenarkan hal tersebut. Padahal pada dasarnya agama mengajarkan sebuah kebaikan dan kedamaian abadi. Tidak peduli agama apapun itu pada dasarnya mengajarkan kedamaian antar manusia. Tapi bumbu politis telah menodai sebuah perdamaian antar umat beragama saat ini. Demi kepentingan politik, rakyat Indonesia disajikan dengan sebuah bumbu agama yang bertujuan untuk menjadi senjata agar tujuan politisnya tercapai. Ini yang sering disebut provokasi dengan unsur agama.
Orang Indonesia adalah orang yang sangat beragama, tapi kadang pengetahuan agama pada orang Indonesia masih terlalu sempit. Pengetahuannya yang sempit itu sering dimanfaatkan para politisi atau pihak tidak bertanggung jawab untuk mengadu domba masyarakat. Tapi sebenarnya, Hal ini tidak akan terjadi apabila pengetahuan agama di Indonesia diperdalam lagi untuk mencegah tingkah munculnya haji-haji atau pendeta-pendeta dadakan dengan pengetahuan sempit saat adanya sebuah isu yang ditampilkan. Haji-haji atau pendeta-pendeta dengan pengetahuan sempit ini lah yang menjadi tujuan pihak tidak bertanggung jawab untuk di panasi. Akibatnya, pengetahuan mereka tentang agama yang sempit langsung gampang dipanasi. Bahkan mereka langsung bertindak seolah mereka adalah seorang haji atau pendeta dengan pengetahuan agama yang luas. Mereka akan saling menghina, menghakimi bahkan menghujat satu sama lain merasa mereka adalah benar tanpa mendalami lebih dahulu mengenai apa yang disebarkan tersebut.
Itulah yang terjadi dengan “SBY” pihak yang menyebarkan video Ahok di kepulauan seribu yang menyebarkan video 31 detik dari 1 jam lebih video sebenarnya. Saat “SBY” ini diwawancarai dia mengaku bahwa dia tidak memotong video tersebut tapi menyebarkannya langsung dari lini masa nya apa adanya. “SBY” ini adalah seorang dosen dan mengaku sebagai pengamat dan peneliti. Seharusnya seorang pengamat dan peneliti tidak dengan mudah menshare sebuah video yang setengah setengah. Apabila dia tidak tau itu setengah-setengah, seharusnya dia mencari tahu dulu dimana video utuhnya itulah gaya berpikir sebuah pengamat atau peneliti. Tapi si “SBY“ tanpa mencari tahu langsung menshare video tersebut dan menambahi kata-kata pedas pada caption nya. Diluar apapun niat dari “SBY“ ini, dia telah melakukan sebuah tindakan yang keliru sebagai seorang pengamat dan peneliti apalagi mantan jurnalis walaupun video tersebut memiliki nilai jurnalistik tinggi apabila di pelintir sedikit. Nasi telah menjadi bubur, apa yang di share oleh “SBY“ ini telah memanasi masyarakat Indonesia. Kita masih belum membahas benar tidaknya video tersebut, masih membahas pihak penyebar info yang memanasi keadaan di Indonesia ini. Tindakan “SBY“ ini menurut saya adalah sangat keliru dan sangat bodoh sebagai seorang pengamat atau mantan jurnalis.
Mengenai isi video, saya tidak mau menafsirkan surat Al-Maidah ayat 51 ini walaupun saya telah menonton beberapa video mengenai tafsir ayat ini dan juga perdebatan beberapa ulama. Yang intinya, mengenai tafsir ini masih banyak perbedaan antar umat Islam sendiri. Jadi saya yang berada diluar itu tidak berani menafsirkannya. Tapi, dari video yang saya tonton yang paling masuk akal menurut saya adalah tafsir dari bapak Quraish Shihab (Bisa ditonton di Youtube). Sebagai orang yang berada diluar agama Islam, saya pribadi tidak ingin menafsirkan ayat agama lain sementara dalam agama saya sendiri juga ada banyak tafsir. Dan saya tidak ingin mencampuri urusan tafsir agama lain apalagi saya tidak mengerti bahasa Arab.
Untuk itu, saya merasa kata-kata dari pak Ahok pada dasarnya sebuah kelancangan tapi benar adanya. Kenapa saya katakan lancang? Karena seperti yang saya katakan sebelumnya. Saya apabila berada diluar agama Islam saya tidak berhak berkata tafsiran tentang agama Islam karena ilmu saya tidak sampai kesana. Dan pada posisinya, Pak Ahok adalah seorang Non Muslim (Kristen) dengan menyebut sebuah ayat yang memang dalam agama Islam sendiri multitafsir yaitu surat Al-Maidah ayat 51 adalah sebuah kelancangan dalam beragama. Akan tetapi apa yang dikatakan pak Ahok adalah berdasarkan keadaan social saat ini yang terjadi dalam ranah kepentingan Pak Ahok sendiri menjelang pilkada. Benar adanya,  bahwa ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan surat Al-Maidah ayat 51 untuk menjauhkan Ahok dari pemilihnya. Bukan menggunakan sebuah ayat yang suci yang turun dari Allah untuk mengajarkan iman sesama tapi untuk kepentingan politik. Inilah hal yang saya katakan sebelumnya menggunakan agama sebagai alat berpolitik.
Mengenai unsur kalimat yang diucapkan oleh Pak Ahok. Kata "di bohongi pakai surat Al-Maidah 51“ kita ambil contoh sederhana saja. “Saya membohongi dia menggunakan Alkitab“. Lalu siapakah yang berbohong? Saya atau Alkitabnya? Inilah yang ditekankan disini, yang bohong adalah orang yang menggunakan surat Al-Maidah tersebut bukanlah Al-Maidah nya sendiri. Dalam sejarah Adam dan Hawa, Iblis menggunakan ayat-ayat Allah untuk membujuk Hawa agar memakan buah larangan Allah. Iblis disini menggunakan ayat-ayat atau firman Allah untuk menyesatkan. Apakah yang salah firmannya atau iblisnya? Tentu yang salah adalah Iblisnya bukan firmannya. Jadi memang sering sekali Firman atau Ayat Allah disalah artikan oleh kita manusia dan digunakan untuk menyesatkan yang lainnya. Inilah yang menurut saya ditekan kan pada kalimat dari Pak Ahok tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh bapak Nusron Wahid dalam ILC edisi “Setelah Ahok minta maaf“ bahwa yang paling mengerti Alkitab ataupun Al-Quran adalah Allah sendiri. Kita manusia sering menafsirkannya dengan salah. Itulah pentingnya mempelajari agama lebih dalam lagi, jangan menjadi seorang agama yang hanya di KTP tapi saat ada isu agama semua berubah menjadi Haji-haji dan pendeta-pendeta dadakan. Seperti contoh kasus saat Agnes Monica (Agnezmo) melakukan konser dengan menggunakan baju dengan tulisan Arab. Langsung saja media sosial Indonesia heboh tidak karuan menyatakan bahwa itu penistaan agama dengan menuliskan tulisan Arab dibawah pinggang dll. Padalah tulisan Arab tersebut berarti “United“. Itulah contoh masih kerdilnya pengetahuan agama di Indonesia yang akan selalu menjadi ladang bagi pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk memanennya untuk kepentingan mereka.
Demikian seputar pandangan saya akan kisruh yang terjadi terkait tanggapan Pak Ahok dengan surat Al-Maidah 51. Apabila ingin berpendapat diharapkan sopan dan tidak rasis. Saya menerima segala kritikan. Saya juga tidak lepas dari kekhilafan dan kesalahan sebagai manusia. Karena hanya Allah lah yang sempurna. Terima kasih

No comments:

Post a Comment