UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa telah berlaku di Indonesia.
Yang menjadi produk utama mengenai Undang-undang ini adalah pemberian 1 milyar
per desa dalam setahun. Pemberian 1 Milyar per desa ini merupakan proyek pemerataan
pembangunan yang direncanakan oleh Pemerintah Pusat bersama DPR yang menyentuh
langsung ke pemerintahan terbawah yaitu desa. Namun ini adalah kekeliruan
terbesar yang terjadi menyangkut desa, pemberian 1 milyar per desa dapat
menghancurkan sebuah desa. Dalam UU ini pada pasal 39 dikatakan bahwa seorang
kepala desa dapat mejadi kepala desa selama 3 periode dalam masa jabatan 6
tahun. Sehingga apabila
dihitung-hitung kepala desa dapat menjabat selama 18 tahun. Dana desa dalam
undang-undang ini adalah 1 milyar pertahun sehingga seorang kepala desa dapat
memegang dan mengolah dana sekitar 18 milyar rupiah. Sebuah jabatan yang sangat
fantastis dikarenakan dalam undang-undang ini juga dikatakan bahwa kepala desa
adalah sebagai pemimpin tertinggi di desa yang mengolah dana desa dibantu oleh
perangkat desa. Dengan kata lain seorang kepala desa dengan perangkat desa yang
dia pilih sendiri mengolah sekitar 18 milyar. Hal ini akan menimbulkan
pandangan kepala desa sebagai jabatan politik. Yang mana menjadi seorang kepala
desa adalah tujuan politik. Pemberian 1 milyar per desa dapat dikatakan sebagai
pemberian makan tikus-tikus kecil atau bahkan membuat tikus-tikus baru di desa.
Sebenarnya pemberian uang 1 milyar per desa ini dapat menggunakan metode uang
semu atau bentuk tabungan yang mana setiap desa mendapat uang 1 milyar tapi
uangnya itu tidak turun ke desa melainkan ke pihak kabupaten tapi merupakan
tabungan desa. Yang mana saat desa memiliki kebutuhan mereka telah memiliki
tabungan di kota yaitu 1 milyar tersebut. Yang mana sistem ini seperti halnya
dimana desa memiliki tabungan sebesar 1 milyar di kas kabupaten/kota. Sehingga
saat desa membutuhkan keperluan desa akan mengajukan ke kabupaten/kota. Tapi
kabupaten/kota tidak mencairkan dana tersebut secara cash melainkan mencairkannya dengan bentuk apa yang diminta oleh
desa. Misalkan desa meminta pencairan dana karena hendak membangun bendungan
untuk pengairan sawah. Maka kabupaten/kota tidak memberi uang ke desa melainkan
melakukan pembangunan yang mana uang pembangunan yang digunakan dikurangi dari
tabungan desa sebesar 1 milyar tersebut. Sehingga dalam penggunaan dana ini
desa dan kabupaten/kota saling mengawasi satu dengan yang lain. Dimana desa
tidak dapat menyelewengkan uang tersebut dan kabupaten/kota tidak dapat
menggunakan uang tersebut. Pengawasan oleh BPK ke desa yang dikatakan anggota
DPR tidak terbukti efektif karena kinerja BPK dalam mencegah korupsi belum
terbukti sampai saat ini.
No comments:
Post a Comment