Tuesday, May 24, 2016

Merusak Desa dengan 1 Milyar per Tahun



UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa telah berlaku di Indonesia. Yang menjadi produk utama mengenai Undang-undang ini adalah pemberian 1 milyar per desa dalam setahun. Pemberian 1 Milyar per desa ini merupakan proyek pemerataan pembangunan yang direncanakan oleh Pemerintah Pusat bersama DPR yang menyentuh langsung ke pemerintahan terbawah yaitu desa. Namun ini adalah kekeliruan terbesar yang terjadi menyangkut desa, pemberian 1 milyar per desa dapat menghancurkan sebuah desa. Dalam UU ini pada pasal 39 dikatakan bahwa seorang kepala desa dapat mejadi kepala desa selama 3 periode dalam masa jabatan 6 tahun. Sehingga apabila dihitung-hitung kepala desa dapat menjabat selama 18 tahun. Dana desa dalam undang-undang ini adalah 1 milyar pertahun sehingga seorang kepala desa dapat memegang dan mengolah dana sekitar 18 milyar rupiah. Sebuah jabatan yang sangat fantastis dikarenakan dalam undang-undang ini juga dikatakan bahwa kepala desa adalah sebagai pemimpin tertinggi di desa yang mengolah dana desa dibantu oleh perangkat desa. Dengan kata lain seorang kepala desa dengan perangkat desa yang dia pilih sendiri mengolah sekitar 18 milyar. Hal ini akan menimbulkan pandangan kepala desa sebagai jabatan politik. Yang mana menjadi seorang kepala desa adalah tujuan politik. Pemberian 1 milyar per desa dapat dikatakan sebagai pemberian makan tikus-tikus kecil atau bahkan membuat tikus-tikus baru di desa. Sebenarnya pemberian uang 1 milyar per desa ini dapat menggunakan metode uang semu atau bentuk tabungan yang mana setiap desa mendapat uang 1 milyar tapi uangnya itu tidak turun ke desa melainkan ke pihak kabupaten tapi merupakan tabungan desa. Yang mana saat desa memiliki kebutuhan mereka telah memiliki tabungan di kota yaitu 1 milyar tersebut. Yang mana sistem ini seperti halnya dimana desa memiliki tabungan sebesar 1 milyar di kas kabupaten/kota. Sehingga saat desa membutuhkan keperluan desa akan mengajukan ke kabupaten/kota. Tapi kabupaten/kota tidak mencairkan dana tersebut secara cash melainkan mencairkannya dengan bentuk apa yang diminta oleh desa. Misalkan desa meminta pencairan dana karena hendak membangun bendungan untuk pengairan sawah. Maka kabupaten/kota tidak memberi uang ke desa melainkan melakukan pembangunan yang mana uang pembangunan yang digunakan dikurangi dari tabungan desa sebesar 1 milyar tersebut. Sehingga dalam penggunaan dana ini desa dan kabupaten/kota saling mengawasi satu dengan yang lain. Dimana desa tidak dapat menyelewengkan uang tersebut dan kabupaten/kota tidak dapat menggunakan uang tersebut. Pengawasan oleh BPK ke desa yang dikatakan anggota DPR tidak terbukti efektif karena kinerja BPK dalam mencegah korupsi belum terbukti sampai saat ini.

No comments:

Post a Comment