Sunday, February 19, 2017

Dilema PILKADA DKI Jakarta

Pemilihan langsung merupakan cermin sebuah negara yang demokratis. Dimana dalam memilih pemimpin mulai dari kepala daerah sampai kepala negara dipilih secara langsung oleh rakyatnya.
Indonesia telah melaksanakan beberapa kali pemilihan umum (pemilu) yang dimulai pertama kali tahun 1955.
Tapi ada yang berbeda dalam pemilihan langsung tahun ini. Yaitu Pilkada DKI Jakarta. Apa yang berbeda? Tensi yang terjadi dalam Pilkada ini hampir menyerupai sebuah tensi pemilihan presiden. Kenapa tidak? Partai besar bahkan para mantan presiden dan mantan calon presiden turun tangan dalam pemilihan langsung "kasta kedua" ini.
Paling menariknya adalah saat para pendukung atau pihak berkepentingan mulai saling serang dengan cara tertentu. Serangan terbesar adalah serangan terhadap paslon incumbent yang diserang dengan isu penistaan. Benar atau tidaknya penistaan biarlah pengadilan yang menentukan karena kasus ini telah masuk jalur hukum. Paslon lain juga tidak luput dari serangan seperti dugaan kasus korupsi yang menyerang dua paslon lainnya.
Serangan tersebut tidak lebih adalah untuk menjatuhkan pamor masing masing paslon di mata rakyat sebagai penentu.
Lalu yang paling menariknya adalah saat surat Al-Maidah 51 menjadi sebuah pembahasan dalam Pilkada ini. Dimana ada perbedaan pandangan yang menjadikan terbaginya pemilih menjadi dua pihak. Yang mana satu pihak mengatakan bahwa non muslim tidak boleh jadi gubernur (pemimpin) dan pihak lain yang mengatakan bahwa itu boleh saja. Terbagi duanya pemilih karena perbedaan paham ini telah memunculkan orang orang tenar baru atau sekedar orang yang ingin mencari tenar dibalik kisruh ini. Iya saja, apabila salah seorang tokoh mengatakan setuju dengan paham satu maka dia akan mendapat dukungan dari para orang yang pahamnya sama begitu juga sebaliknya. Ini mengakibatkan munculnya para "pencari muka" yang hanya sekedar ingin dikenal atau menaikkan popularitasnya. Ini bukan isapan jempol, banyak tokoh yang dulu sudah redup, karena masuk dalam kisruh ini akhirnya ia kembali dikenal bahkan dianggap pahlawan bagi pendukungnya.
Karena itu semua akhirnya saya membuat sajak tentang "pencari muka".
Selamat menikmati

No comments:

Post a Comment